Ahok: Ketua RT dan RW Bukan Pejabat, Tapi Pelayan Warga
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan, kewajiban ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) untuk melaporkan kondisi lingkungannya melalui Qlue, merupakan bentuk pertanggungjawaban atas uang operasional yang diterima.
Sebab, tiap laporan di Qlue dihargai Rp10.000. Tiap bulannya, ketua RT mendapat insentif Rp975.000. Sementara ketua RW mendapat insentif Rp1.200.000.
"Ini kan supaya buat kamu enggak dikejar (menyelewengkan APBD). Kalau kamu ingin dapat 900 ribu rupiah, ya kira-kira ya kamu kalau 900 ribu rupiah, kalau 10 ribu rupiah satu (laporan), ya 90x30 hari, ya 3x (laporan) kali lah minimal sehari," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Senin, 30 Mei 2016.
Ahok mengatakan, ketua RT/ RW yang mempermasalahkan kewajiban melapor via Qlue, dicurigai kerap meminta pungutan liar dari masyarakat.
"Sekarang saya mau tanya, banyak RT/RW yang bagus enggak ribut kok, yang ribut itu kamu tanya masyarakatnya minta komisi enggak? Ada enggak pengaduan masyarakat ada oknum RT/RW yang minta uang? Banyak," kata Ahok.
Seharusnya, lanjut Ahok, ketua RT dan RW yang sekarang tidak boleh lagi bermental pejabat. Sebab, tugas RT dan RW melayani masyarakat.
"Kamu enggak sempat jadi RT/ RW mesti begituan (lapor Qlue), ya kalau lu enggak sempat jangan jadi RT/RW bos! Kamu kira RT/RW itu kayak pejabat? Kan bukan pejabat! Katanya orangnya mau menolong masyarakat," kata dia.
Sebelumnya, Agus Iskandar, Ketua RW 12, Kebon Melati, Tanah Abang Jakarta Pusat mengaku dipecat Lurah Kebon Melati, Winetrin. Pasalnya, ia menentang kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang mengharuskan RT/RW di Jakarta melakukan laporan melalui Qlue tiga kali dalam sehari.
Instruksi aduan Qlue Ketua RT/RW diatur dalam SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW di DKI Jakarta.