Misteri Kematian Suporter Persija
VIVA.co.id – Kematian suporter Persija Jakarta atau biasa disapa The Jakmania bernama Muhammad Fahreza (16) masih menjadi misteri. Usai dikabarkan bahwa kematian korban akibat diduga dianiaya pihak kepolisian, pihak Polda Metro Jaya membantahnya dan menyebut korban meninggal karena kecelakaan.
Namun, pernyataan yang mengatakan bahwa Fahreza meninggal karena kecelakaan sebelum berangkat ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) langsung diklarifikasi kembali.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono mengatakan, kabar korban meninggal karena kecelakaan hanya untuk keluarga korban mendapatkan asuransi dari Jasa Raharja.
"Nah dalam hal ini, Bidokkes Polda Metro Jaya sudah melacak terkait dengan korban dirawat, dan kita sudah kirimkan tim Ditreskrimum dan tim Polres Jakarta Selatan, dan hasil memang yang bersangkutan tanggal 14 Mei sempat dirawat di sana, kita temukan data bahwa registrasi korban masuk ruang pasien," ujar Awi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Selasa, 17 Mei 2016.
Di registrasi, kata Awi, tercantum yang bersangkutan masuk rumah sakit karena kecelakaan.
"Jadi saat itu ditanya dokter, korban mengakunya sudah 12 jam mengalami pusing akibat kecelakaan naik sepeda motor dengan kecepatan 80-90 km, di depan ada mobil lalu ngerem mendadak dan terlempar sehingga sempat tak sadar diri akhirnya dibawa ke rumah sakit. Dalam pengakuan ini, korban dikatakan sempat mual dan muntah dua kali karena kecelakaan," ujarnya.
Setelah dilakukan interogasi mendalam terhadap kakak korban, dia mengakui hal lain. Sang kakak mengungkapkan bahwa tak tahu keadaannya adiknya yang sebenarnya.
"Setelah didalami, berkas tercatat beberapa luka seperti gores-goresan di kening, luka di tangan kiri dan luka lain yang memang persis sesuai dengan hasil foto dari Polda sebelum korban dimakamkan. Kita sampaikan ke keluarga korban, kita tanyakan ini yang betul ada masalah apa? Keterangan dari keluarga korban, kakak korban bahwasanya kecelakaan ini dibuat dengan maksud ingin mendapatkan asuransi Jasa Raharja," kata Awi.
Namun proses asuransi itu harus melalui laporan polisi dan ternyata keluarga korban tidak mengurusnya. Alhasil, kini tak ada yang tahu penyebab kematian korban karena keluarga tak mengizinkan melakukan visum atau autopsi.
"Jadi itulah fakta baru yang kita temukan," katanya.
Mengenai adanya dugaan penyebab kematian korban akibat dianiaya polisi, mantan Kabid Humas Polda Jawa Timur ini pun belum bisa memastikan. Menurutnya, pernyataan Kapolda Metro Jaya terkait kecelakaan tersebut berdasarkan informasi tim di lapangan.
"Jadi sebelum saya menyampaikan ini, kita ada datanya, dari rumah sakit juga ada. Jadi sebelum itu, dia mengaku kecelakaan," kata Awi.
Awi memaparkan, berdasarkan penyelidikan awal, yang didapatkan pertama yakni dilihat dari rekaman CCTV pintu 2 Gelora Bung Karno di mana korban muncul dengan keadaan badan yang sudah lemas, kemudian jatuh di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
"Dan di situ memang tak bisa dilihat terjadi kerusuhan. Kemudian melihat dia jatuh, petugas langsung membawanya menggunakan ambulans lalu dibawa ke pos pengamanan terdekat," ucapnya.
Di dalam ambulans, petugas menginterogasi korban tentang identitas. Bukan hanya itu, petugas juga menawarkan korban untuk segera diantar ke rumah sakit terdekat, namun korban menolak dengan alasan akan dijemput kakaknya.
"Lalu 15 menit kemudian lima orang datang termasuk salah satunya kakak korban datang untuk membawa korban pulang. Itu datang sekitar pukul 24.00 WIB. Dan ternyata korban dibawa ke rumah sakit oleh sang kakak dengan alasan kecelakaan," ujarnya.
Sesampainya di rumah sakit, korban sempat dibawa pulang kembali karena harus dilakukan pemindaian namun tak ada biaya. Sabtu, 14 Mei 2016, sekitar pukul 03.00 dini hari, korban dibawa ke RS KKO Cilandak karena keadaan yang tak membaik dan untuk dilakukan perawatan. Sayang, korban tak terselamatkan dan menghembuskan napas terakhir pada Minggu, 15 Mei 2016, sekitar pukul 08.00.
"Jadi luka yang diderita korban belum diketahui penyebabnya, karena dalam penyelidikan kesulitan kita karena keluarga tidak mau dilakukan visum maupun autopsi sehingga menghambat proses penyelidikan," kata Awi.
Sebelumnya, kakak kandung Fahreza, mengaku melihat korban dipukuli anggota kepolisian, bukan karena dipukuli suporter lain. Soleh, kakak pertama almarhum, menceritakan detik-detik pemukulan hingga tewasnya Fahreza.
Menurutnya, saat itu, Fahreza datang ke stadion yang menjadi kandang sementara Persija itu, bersama kakak keduanya, Yatna. Saat akan memasuki pintu menuju ke dalam stadion, Yatna tak menemukan adiknya itu. Memang, menurut Soleh, Fahreza berjalan di belakang Yatna.
Yatna berusaha mencari sang adik, tapi, dari kejauhan, Yatna melihat adiknya sedang dipukuli petugas kepolisian dari Polda Metro Jaya.
"Ya, jadi dia (Muhammad Fahreza), nonton sama adik saya yang kedua, pas mau masuk itu, dia ada di belakang, tiba- tiba hilang. Adik saya namanya Yatna, dia melihat ternyata adiknya sedang dipukuli polisi," ujar Soleh, Minggu, 15 Mei 2016.
Selain itu, sebelumnya Ketua Umum Jakmania, Richard Achmad Supriyanto, mengatakan, Fahreza sempat dilarikan ke rumah sakit usai terluka dipukuli polisi di SUGBK, tapi ditolak rumah sakit.
"Jadi pada waktu itu, almarhum (Fahreza) sempat dibawa ambulans menuju RS Andika untuk mendapatkan pertolongan, namun ditolak karena RS Bersalin," kata Richard di rumah duka di Gang Sawo, Ciganjur, Jakarta Selatan, Minggu, 15 Mei 2016.
Richard mengatakan, setelah Fahreza sadar, kemudian dia dibawa ke rumahnya di Jalan Moh Kahfi I, Gang Sawo, Ciganjur, pada malam sekitar pukul 00.00 WIB. Saat di rumah, Fahreza mengalami muntah dan pusing, sehingga dilarikan ke RS Marinir Cilandak.
"Kemudian paginya, dia dinyatakan meninggal di rumah sakit Cilandak," katanya.