KPK Selidiki Barter Kontribusi Tambahan Proyek Reklamasi
- Danar Dono
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga telah terjadi barter dana kontribusi tambahan antara Pemprov DKl Jakarta dengan perusahaan pengembang reklamasi teluk Jakarta.
Perusahaan pengembang reklamasi diduga diminta membayar kontribusi tambahan dimuka. Salah satunya dengan membiayai proyek-proyek pemerintah. Biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut nantinya akan dikonversi ke dalam tambahan kontribusi 15 persen yang harus dibayarkan.
Ketua KPK Agus Rahardjo tidak menampik pihaknya juga menemukan indikasi mengenai hal tersebut. "Itu sedang kita selidiki juga," kata Agus di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis 12 Mei 2016.
Menurut Agus, salah satu yang tengah ditelisik KPK mengenai payung hukum dalam barter tersebut. Lantaran saat ini Raperda mengenai Reklamasi yang memuat tambahan kontribusi 15 persen itu belum disahkan karena pembahasannya mandeg.
"Jadi kita sedang menelusuri dasar hukumnya barter apa, ada nggak payung hukumnya. Jadi proses yang sedang berjalanlah, dari situ nanti kita melangkah," ujar Agus.
Diketahui, Gubernur DKl Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok membenarkan bahwa PT Agung Podomoro Land, Tbk. (APL) telah menyerahkan dana tambahan kontribusi yang nilainya lebih dari Rp200 miliar.
Tambahan kontribusi itu berupa pembangunan jalan inspeksi di beberapa bantaran kali, pembangunan rumah susun, dan beberapa rumah pompa. Ahok menyebut APL saat ini masih berutang lebih dari Rp100 miliar kepada Pemerintah Provinsi DKI.
Menurut Ahok, utangnya berupa tambahan kontribusi yang harus diberikan perusahaan raksasa properti itu, atas izin pelaksanaan reklamasi yang diberikan DKI kepada anak perusahaannya, PT. Muara Wisesa Samudera (MWS) untuk mereklamasi Pulau G. Dan, tambahan kontribusi itu diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2014.
Sementara, dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang mengiringi diberikannya izin, nilai kontrak tambahan kontribusi APL lebih dari Rp300 miliar.
Ahok mengatakan, semakin lama APL melunasi utangnya, semakin merugi pula perusahaan itu. Nilai aset yang diserahkan semakin lama semakin menurun karena pemerintah menghitung nilai aset dengan metode taksiran (appraisal).
Dengan demikian, bukan tak mungkin APL masih berutang kepada DKI meski menyerahkan aset yang saat dibangun, dihitung memiliki nilai yang melunasi utang tambahan kontribusi mereka.
"Kalau dia enggak serahkan bagaimana? Ya rugi dia. Semakin lama semakin rusak (kualitas aset) karena dihitung secara appraisal. Bukan salah kami," ujar Ahok