KPK Sita Uang 10 Ribu Dolar, Sanusi Mengaku Itu Hasil Bisnis

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mochamad Sanusi, usai menjalani pemeriksaan di KPK.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mochamad Sanusi, membantah uang USD10.000 yang disita penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan hasil suap atas pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. Dia mengklaim bahwa uang itu adalah hasil bisnis yang dijalaninya.

Mohammad Sanusi Dituntut 10 Tahun Penjara

"Itu bisnis saya yang properti," kata Sanusi usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 11 Mei 2016. Bisnis yang dia maksud adalah usaha properti di Thamrin City.

Namun dia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Sebelumnya, penyidik menemukan uang puluhan ribu Dolar Amerika Serikat saat melakukan penggeledahan di kediaman Sanusi. Uang tersebut ditemukan didalam sebuah brangkas yang dibongkar oleh penyidik KPK.

Rekanan Proyek Transfer Uang Miliaran untuk Sanusi

"Dari brankas tersebut ditemukan uang sebesar 10 ribu dolar AS. Pecahan 100 dolar sebanyak 100 lembar," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Senin 9 Mei 2016.

Penyidik masih mendalami mengenai asal uang tersebut. Termasuk kemungkinan apakah uang tersebut diduga sebagai bagian dari suap yang diterima Sanusi. "Penyidik akan konfirmasikan uang tersebut ke tersangka," kata Yuyuk.

KPK Timbang Perpanjangan Pencegahan Aguan

Terkait kasus ini, Sanusi diduga telah menerima suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Trinanda Prihantoro. Sanusi diduga telah menerima suap hingga Rp2 miliar.

Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil P?rovinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.

Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.

Saat ini, penyidik baru menetapkan 3 orang tersangka, yakni Ariesman, Trinanda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.

Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Trinanda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

(ren)

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mochamad Sanusi, usai menjalani pemeriksaan di KPK.

Dilelang Rp1,1 Miliar, Jaguar XJL Koruptor Jakarta Tak Laku

Tas Chanel milik terpidana suap PUPR Damayanti terjual Rp22 juta.

img_title
VIVA.co.id
23 September 2017