Setelah Ahok, Giliran Anak Aguan Diperiksa KPK Soal Suap
- VIVA/Taufik Rahadian
VIVA.co.id – Setelah memeriksa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menjadwalkan lagi pemeriksaan terhadap Richard Halim Kusuma, Direktur PT.Agung Sedayu Group.
Anak dari bos Agung Sedayu Grup, Sugiyanto Kusuma alias Aguan itu, akan kembali diperiksa terkait kasus dugaan suap pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklamasi.
"Richard pemeriksaan lanjutan," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati dalam pesan singkat saat dikonfirmasi, Rabu, 11 Mei 2016.
Richard terlihat sudah tiba di Gedung KPK untuk memenuhi panggilan ketiganya ini, sejak pukul 08.48 WIB. Dia tampak ditemani sejumlah koleganya pada saat tiba di Gedung KPK.
Namun, seperti pemeriksaan sebelumnya, Richard tidak memberikan komentarnya terkait pemeriksaannya tersebut. Dia langsung masuk ke dalam lobi Gedung KPK.
Richard diketahui merupakan salah satu pihak, yang telah dicegah keluar negeri terkait penyidikan kasus ini. Dia dicegah sejak tanggal 6 April 2016 dan berlaku untuk 6 bulan ke depan. Sebelumnya, Richard juga pernah menjalani pemeriksaan penyidik.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha sebelumnya menyebut, Richard merupakan salah satu pihak yang keterangannya diperlukan dalam kasus ini. Hal tersebut yang mendasari pencegahan dia untuk keluar negeri.
"Penyidik anggap bahwa kemungkinan besar keterangan mereka dapat memperdalam penyidikan," ujar Priharsa.
Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Trinanda Prihantoro terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi hingga miliaran rupiah.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Jakarta 2015-2035, dan Raperda tentang rencana kawasan tata ruang kawasan strategis pantai Jakarta Utara.
Dua Raperda tersebut, diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandek, lantaran terkait dengan aturan nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Diduga, hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun, diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota DPRD.
Saat ini, penyidik baru menetapkan tiga tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun, KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.
Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor junto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Ariesman dan Trinanda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor junto pasal 55 ayat (1) ke-1 junto pasal 64 ayat 1 KUHP.