Ahok Sebut Nama Foke Usai Dicecar KPK
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menyebut nama Gubernur periode 2007 - 2012, Fauzi Bowo atau yang akrab disapa Foke, usai diperiksa selama delapan jam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 10 Mei 2016. Ahok diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam perkara suap pada proses pengesahan dua rancangan peraturan daerah (raperda) DKI terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Ahok mengatakan Foke merupakan Gubernur DKI pertama yang mengeluarkan izin, baik izin prinsip dan izin pelaksanaan reklamasi, kepada perusahaan-perusahaan pengembang. "(Pemberian izin) Dari zaman Foke," kata Ahok di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Mei 2016.
Foke diketahui merupakan Gubernur DKI yang memberi 17 izin prinsip reklamasi terhadap perusahaan pengembang. Foke, juga mengeluarkan tiga izin pelaksanaan terhadap PT. Kapuk Naga Indah (KNI), anak perusahaan Agung Sedayu Group, untuk mereklamasi Pulau C, D, dan E.
Di masa kepemimpinannya sebagai gubernur, Ahok mengeluarkan izin pelaksanaan kepada lima perusahaan pengembang, yaitu PT. Jakarta Propertindo (Pulau F), PT. Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan APL) (Pulau G), PT. Taman Harapan Indah (Pulau H), PT. Jaladri Eka Paksi (Pulau I), dan PT. Pembangunan Jaya Ancol (Pulau K).
Sebelumnya, usai pemeriksaan yang dilakukan pada Kamis, 28 April 2016, Wakil Ketua DPRD DKI sekaligus Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI, Mohamad Taufik, mengatakan muara persoalan kisruh reklamasi Teluk Jakarta adalah izin yang diberikan Pemerintah Provinsi DKI.
Taufik juga mengungkap, tak kunjung disahkannya Raperda RTRKS Pantura disebabkan eksekutif bersikeras ingin izin pelaksanaan untuk selanjutnya diatur dalam Perda itu.
"Bahwa ini Perda Tata Ruang bukan Perda Reklamasi, karenanya legislatif tidak mau masukin itu," ujar Taufik.
Perkara suap dalam pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) DKI terkait reklamasi Teluk Jakarta terungkap setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi dan Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land, Tbk. Ariesman Widjaja pada 31 Maret 2016.
Sanusi dan Ariesman sendiri segera ditetapkan sebagai tersangka sehari setelahnya.
Ariesman disangkakan memberi suap kepada Sanusi untuk mengecilkan besaran kewajiban kontribusi tambahan yang harus dibayarkan perusahaan pengembang pemilik izin reklamasi yang usulan ketentuannya dicantumkan dalam Pasal 110 Ayat 5 huruf (c) Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara (Pantura) Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI, mencantumkan besaran kontribusi tambahan 15 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dari lahan yang bisa dijual (saleable area) dari masing-masing pulau hasil reklamasi dalam naskah raperda.
(ren)