Ahok Ungkap Penyebab di Balik Seringnya DKI Kalah Gugatan

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menilai, seringnya Pemerintah Provinsi DKI kalah di pengadilan saat menghadapi gugatan terkait kepemilikan aset lahan, tak lain disebabkan karena adanya oknum internal di pemerintahan yang bersekongkol dengan mafia tanah.

Nirina Zubir Ngadu ke Kapolda, Mafia Tanah Masih Aktif Main IG

Biro Hukum Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mempertahankan kepemilikan aset, seperti lahan dan bangunan bekas Kantor Wali Kota Jakarta Barat di Jalan S Parman.

Namun, saat ada gugatan, pengadilan memutuskan pemerintah bukan sebagai pemilik sah karena dokumen yang dijadikan bukti kepemilikan kalah kuat dengan dokumen yang digunakan penggugat.

30 Mafia Tanah Ditangkap: Pejabat BPN Hingga Kepala Desa

"Kadang-kadang memang ada oknum yang tidak keluarkan data yang betul untuk dijadikan sebagai bukti," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI, Selasa, 10 Mei 2016.

Ahok mengatakan, dalam kasus kalahnya Pemprov DKI saat menghadapi gugatan terhadap kepemilikan aset Kantor Wali Kota Jakarta Barat, pihak penggugat, PT. Sawerigading, hanya bermodal verponding atau surat tagihan atas pajak tanah dan bangunan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda di masa penjajahan.

Korban Mafia Tanah Cilincing: Lahan Diserobot, Disuruh Bayar 600 Juta

Padahal, Undang-undang nomor 5 tahun 1960 Tentang Pokok Agraria (UUPA) mengatur dalam jangka waktu tertentu sejak aturan diundangkan, tanah dengan status seperti itu harus dikonversikan menjadi sertifikat yang diakui Pemerintah Republik Indonesia.

Tapi, Ahok mengatakan, pada tahun 2009, pengadilan ternyata masih menerima status kepemilikan tanah diperkarakan hanya dengan dasar kepemilikan verponding dari PT. Sawerigading.

"Kalau hakim masih terima untuk diperkarakan, itu sudah bukan wewenang saya," ujar Ahok.

Mafia Tanah Serobot Lahan Pemda

Sebelumnya, Ahok mengatakan, keberadaan mafia tanah atau sekelompok masyarakat yang memanfaatkan celah-celah hukum untuk menyerobot atau mengklaim kepemilikan atas tanah yang secara hukum sebenarnya telah sah merupakan milik pihak tertentu adalah masalah yang cukup serius di Jakarta.

Ahok mencontohkan kekalahan salah satu Badan Usaha Milik Daerah DKI, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), terhadap gugatan atas tanah yang dimilikinya di sekitar Waduk Pluit, Jakarta Utara, pada tahun 2013.

Jakpro kalah, meski pihak yang digugat adalah pihak yang mengklaim memiliki lahan girik. Secara logika, tanah di Pluit adalah tanah hasil reklamasi. Tanah tak mungkin tanah girik, yang berarti tanah adat, tanah garapan, atau tanah yang sebelumnya diakui statusnya oleh pemerintah kolonial Belanda (verponding).

"Bagaimana bisa (tanah) di Waduk Pluit digugat Jakpro yang menang, ada orang (yang mengklaim) memiliki tanah girik. Girik dari mana?," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Senin 9 Mei 2016. (ase)

Munaroh, korban mafia tanah menunjukkan lahannya diserobot kooporasi di Jakbar

Munaroh Teriak Jadi Korban Mafia Tanah di Jakbar, Lahannya Diserobot PT BCS

Munaroh (62) salah seorang korban mafia tanah mengatakan dirinya harus rela kehilangan tanahnya yang berlokasi di Jalan Daan Mogot, Kedoya, Jakarta Barat

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2023