KPK Akan Cecar Ahok Soal Izin-izin Reklamasi
- ANTARA/Andrea Asih
VIVA.co.id – Gubernur DKl Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok akan menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap dalam pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Reklamasi di Teluk Jakarta, Selasa 10 Mei 2016.
Pelaksana harian Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi, Yuyuk Andriati menyebut, Ahok diperiksa untuk digali sejumlah keterangannya mengenai proses pembahasan Raperda. Termasuk, terkait penetapan angka 15 persen dalam tambahan kontribusi yang diduga menjadi penyebab pembahasan Raperda menjadi mandeg.
Namun, tidak hanya itu, Ahok juga akan dicecar mengenai izin-izin terkait reklamasi yang pernah dikeluarkannya, saat dia menjabat sebagai gubernur.
"Yang bersangkutan juga ditanya soal tentang latar belakang penetapan besaran kontribusi dan perizinan reklamasi yang dikeluarkan selama dia menjabat," kata Yuyuk dalam pesan singkat saat dikonfirmasi.
Menurut Yuyuk, perihal izin tersebut akan ditanyakan, lantaran Ahok dinilai sebagai pihak yang mengetahui proses penerbitannya.
"Karena dia tahu, bagaimana prosesnya dan siapa saja yang terlibat dalam proses itu," ujar dia.
Berdasarkan catatan yang dihimpun, dari 17 pulau reklamasi, Ahok telah mengeluarkan beberapa izin. Pada 10 Juni 2014, Ahok menerbitkan surat perpanjangan izin prinsip reklamasi, setelah sebelumnya izin prinsip itu diterbitkan pada masa kepemimpinan Fauzi Bowo saat masih menjabat Gubernur DKl Jakarta.
Izin prinsip tersebut antara lain, yakni, Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo, Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra yang merupakan anak perusahaan Agung Podomoro Land, Pulau l kepada PT Jaladri Kartika Pakci serta Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol.
Ahok, kemudian mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi, yakni untuk Pulau G pada 23 Desember 2014, untuk Pulau F dan l pada 2 Oktober 2015, serta untuk Pulau K pada 17 November 2015.
Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Trinanda Prihantoro terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi hingga miliaran rupiah.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan, terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir, pembahasannya mandeg, lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada DPRD DKl Jakarta. Namun, diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.
Saat ini, penyidik baru menetapkan tiga orang tersangka, yakni Ariesman, Trinanda serta Sanusi. Namun, KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.
Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor junto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Trinanda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-undang uomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor junto pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP. (asp)