Lama Ditahan, Otot Tersangka Pembunuh Mirna Meregang
- Repro - tvOne
VIVA.co.id – Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabidokkes) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Musyafak, membantah sakit dada yang dialami tersangka pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, terkait depresi dan tekanan psikis karena penahanan yang terlalu lama di rumah tahanan Polda Metro Jaya.
"Kalau psikis tidak begitu ya, santai saja kok, kooperatif dan sangat baik," kata Musyafak, Rabu, 27 April 2016.
Musyafak menjelaskan, sakit pada bagian dada yang dialami Jessica, bukan karena yang bersangkutan mengalami depresi. Karena pada kenyataannya, Jessica dipastikan normal.
"Rekan-rekan lihat barangkali ya, Jessica tidak menunjukkan depresi yang berat, normatif dan malah kuat. Artinya santai, jadi tidak seperti apa yang disampaikan orang lain, depresi," ujar Musyafak.
Menurut Musyafak, tim dokter RS Polri Kramatjati sudah memeriksa kesehatan Jessica. Hasilnya, Jessica kemungkinan hanya mengalami peregangan otot selama berada di tahanan.
"Tadi dilakukan pemeriksaan rekam jantung istirahat, karena tidak ada indikasi untuk melakukan aktivitas, jadi tidak dilakukan, karena hasilnya dalam batas normal. Sementara hasilnya yang bersangkutan mengalami peregangan otot dan sudah dikasih obat menurunkan rasa sakit," katanya.
Jessica diilarikan ke rumah sakit Selasa kemarin, 26 April 2016, karena mengeluh menderita sakit. Kuasa hukum Jessica, Hidayat Bostam sempat mengatakan, Jessica memerlukan perawatan intensif akibat depresi.
"Kalau keadaan klien kami belum membaik, kami minta dirawat di rumah sakit," kata Hidayat saat menjenguk Jessica, Selasa kemarin.
Jessica sudah berada di ruang tahanan Polda Metro Jaya sejak awal Februari 2016 lalu, setelah ditetapkan sebagai tersangka penabur racun sianida di Restoran Olivier, Mal Grand Indonesia, Thamrin, yang diduga menjadi penyebab tewasnya Wayan Mirna Salihin.
Jessica harus mendekam cukup lama di dalam tahanan, karena penyidik Polda Metro Jaya di bawah pimpinan Kombes Pol Krishna Murti tak pernah mampu membuat berkas perkara yang bisa meyakinkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI, untuk bisa membawa perkara pembunuhan itu ke hadapan hakim di pengadilan.
Tiga kali sudah berkas dilimpahkan, tapi sudah dua kali dikembalikan karena diduga penyidik tidak memiliki alat bukti atas kasus itu. (ase)