Lulung Beberkan Kejanggalan Pembelian Lahan Sumber Waras
Sabtu, 16 April 2016 - 14:19 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Syaefullah
VIVA.co.id - Wakil Ketua DPRD DKI Abraham 'Lulung' Lunggana membantah berbagai pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang mengatakan, pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI telah direncanakan.
Lulung, yang berasal dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan, ia justru baru tahu nomenklatur pembelian sebagian lahan ada di Kebijakan Umum Anggaran Prioritas - Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) DKI tahun 2014 pada saat ia diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangkaian audit investigasi.
"Saya ditanya, ‘Bapak tahu, tanggal 14 Agustus 2014, ada e-mail, isinya meminta perubahan nomenklatur untuk ubah belanja tanah? (menjadi pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras)’," ujar Lulung dalam suatu acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 16 April 2016.
Lulung mengatakan, hal tersebut janggal. Sehari sebelumnya, DPRD DKI baru mengesahkan besaran APBD-P DKI tahun 2014 sebesar Rp72,905 triliun. "Jadi apa nomenklatur ada di KUAPPAS? Kami (pimpinan DPRD DKI) tidak pernah tanda tangan," ujar Lulung.
Lulung mengatakan, hal ini baru ia ungkap sekarang. Di tahun 2014, ia masih merasa harus menunjukkan sikap sejalan dengan Pemerintah Provinsi DKI karena lembaga negara, harus memiliki hubungan yang harmonis.
"Dahulu saya enggak berani ngomong karena kita harus sejalan," ujar Lulung.
Pembelian 3,64 hektare lahan di sekitar Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI dipermasalahkan pertama kali oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil audit yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI tahun 2014.
BPK menjadikan kegiatan pembelian lahan dengan total anggaran Rp755,6 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) DKI tahun 2014 sebagai temuan. Perhitungan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) tanah yang digunakan pemerintah, Rp20,7 juta per meter persegi, dianggap tidak tepat. BPK menyatakan keuangan daerah dirugikan Rp191,3 miliar atas hal tersebut.
DPRD DKI, membentuk panitia khusus (pansus) untuk menindaklanjuti temuan. Pansus yang juga melakukan penyelidikan secara independen, menyatakan Pemerintah Provinsi DKI juga bersalah. Pansus kemudian menyerahkan hasil penyelidikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada tanggal 20 Agustus 2015, seorang anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Budget Metropolitan Watch (BMW) bernama Amir Hamzah, melakukan pelaporan terhadap dugaan korupsi yang dilakukan Ahok terkait pembelian lahan ke KPK.
KPK menindaklanjuti laporan dengan meminta BPK melakukan audit investigasi. BPK memanggil sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi DKI untuk dimintai keterangan. Ahok sendiri diperiksa pada tanggal 23 November 2015.
Pada Selasa, 12 April 2016, KPK melakukan pemeriksaan terhadap Ahok untuk menyelidiki kemungkinan adanya tindakan korupsi.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
KPK menindaklanjuti laporan dengan meminta BPK melakukan audit investigasi. BPK memanggil sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi DKI untuk dimintai keterangan. Ahok sendiri diperiksa pada tanggal 23 November 2015.