Prijanto Peringatkan Jokowi agar Hati-hati dengan Ahok
- VIVAnews/Fajar Ginanjar Mukti
VIVA.co.id - Prijanto, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, memberikan klarifikasi atas tudingan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal masalah lahan Taman BMW, Papanggo, Jakarta Utara, dengan PT Agung Podomoro Land, Tbk (APLN). Prijanto menegaskan bahwa pernyataan Ahok adalah fitnah.
"Tudingan itu tidak menjawab pertanyaan adakah korupsi di atas Taman BMW? Apa pernyataan Ahok benar Taman BMW tidak ada korupsi?" kata Prijanto dalam siaran persnya, Selasa, 12 April 2016.
Prijanto menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki urusan perdata dan pidana dalam persoalan Taman BMW. Ia pun yakin Jokowi tak akan lupa dengan pertemuan pada 27 Agustus 2013, di rumah dinas Gubernur Taman Suropati 7, Jakarta.
"(Jokowi) tentu akan bilang, Prijanto tidak pernah minta Gubenur untuk menekan pengembang agar membayar kepada pemilik atau rakyat. Prijanto hanya berlapor kasus Taman BMW yang sesungguhnya, terkait DKI akan membangun stadion di atas Taman BMW," ujar Prijanto.
Prijanto menceritakan, ketika melapor saat itu, Jokowi spontan mengatakan bahwa ia sudah terlanjur menandatangani surat susunan panitia pembangunan stadion. Lalu, Jokowi kemudian bertanya padanya.
"Gampang, Pak. Sampaikan panitia, stadion bisa dibangun bila ada IMB dan IMB bisa keluar jika ada sertifikat. Sertifikat urusan pengembang. Selanjutnya Jokowi bilang, ‘begitu, Pak? ‘Iya’,’ jawab Prijanto,".
Sejak itu, Prijanto mengaku tidak pernah bertemu Jokowi lagi. Oleh karena itu, dia mempertanyakan tuduhan sudah berbicara atau berharap Jokowi menekan pengembang.
"Saya berpendapat, saat ini Ahok dalam posisi sulit untuk menjawab, mengapa dirinya membela Podomoro. Makanya Ahok mengarang cerita, yang sifatnya ngeles sambil menyerang dengan fitnah dan menarik Jokowi," tutur pria yang sekarang menjadi pengamat permasalahan Ibu Kota.
Prijanto menilai hanya orang yang tidak cerdas, yang tidak bisa membaca kasus Taman BMW dan hanya orang bodoh jika tidak bisa membaca kasus Taman BMW masuk 3 ranah hukum, perdata, pidana dan tindak pidana korupsi (tipikor).
"Ranah tipikor terbongkar kerena diawali persoalan perdata antara pengembang dengan rakyat. Perkara perdata dan pidana, diperoleh dari laporan advokat Eggy Sudjana ke DKI. Kasus Taman BMW pertama gelar perkara 14 September 2012, dipimpin Wagub Prijanto," ungkap Prijanto.
Prijanto menegaskan bahwa penjelasannya ini sekaligus menjawab pertanyaan, mengapa dia mempersoalkan kasus Taman BMW setelah tidak jadi Wagub. Dia menegaskan sudah memimpin gelar perkara, karena pada 7 Oktober 2012 sudah turun jabatan.
"Berarti tinggal tiga minggu, jelas tidak bisa menyelesaikan kasus tersebut," katanya.
Dari kasus perdata inilah, lanjut Prijanto, akhirnya juga diketahui ada tindak pidana umum dan tipikor. Mengutip Eggy Sudjana, dia menyebut bahwa persoalan perdata dan pidana di tahun 2013 sudah selesai.
"Prijanto tidak urusan dengan masalah hukum tersebut, karena subjeknya pengembang dengan rakyat. Rakyat itupun bukan teman Prijanto," kata dia.
Aroma Korupsi
Prijanto justru mencium aroma korupsi. Menurutnya, masalah tipikor itu subyeknya Pemprov dengan pengembang.
"Pemprov DKI tempat Prijanto pernah mengabdi. Prijanto merasa ikut memiliki. Pemprov DKI patut diduga dibohongi pengembang. Saat ini, Pemprov DKI takut dengan Podomoro," kata Prijanto.
Â
Dia berpendapat, hanya orang buta huruf yang tidak tahu jika kewajiban Agung Podomoro kepada Pemprov DKI patut diduga bodong. Hanya orang dan pejabat takut miskin yang suka menjilat konglomerat hitam.
"Jika Ahok dan Trihatma Podomoro benar, mengapa tantangan saya taruhan Rp1 miliar atas dokumen Taman BMW tidak diladeni? Ahok bilang malas?" ujar Prijanto.
Prijanto menuturkan bahwa kasus ini hidup di era Sutiyoso-Fauzi Bowo, Fauzi Bowo-Prijanto, Jokowi–Ahok sampai dengan Ahok–Djarot. Saat ini, kasus sudah ada di bidang penindakan KPK.
"Demi keadilan dan tegaknya hukum, semoga bisa dibongkar bersamaan dengan kasus RSSW (RS Sumber Waras) dan Reklamasi Teluk Jakarta," katanya.
Dari sisi lain, Prijanto memiliki kecurigaan. Pertanyaan yang disampaikan Jokowi pada 27 Agustus 2013, mengandung penyesalan karena sudah mengeluarkan Keputusan Panitia Pembangunan Stadion.
"Kalau toh akhirnya ada keputusan sertifikasi yang patut diduga disponsori Agung Podomoro, Prijanto menduga Gubernur Jokowi telah ditelikung oleh Wagub Ahok dengan cerita lain," kata Prijanto.
Alasannya, dia mengungkapkan hubungan antara Ahok, Sunny, Agung Podomoro, lebih akrab dan duluan dibanding Jokowi dengan Agung Podomoro. Prijanto mengemukakan bahwa Ahok dan Sunny tahu kasus T BMW medio Juli 2013, artinya lebih dahulu tahu dari pada Gubernur Jokowi yang baru dilapori Prijanto, 27 Agustus 2013.
"Patut diduga, sudah ada kesepakatan tertentu dengan Podomoro, sehingga Ahok mempengaruhi Gubernur, bahwa Taman BMW sah milik DKI," ujar Prijanto.
Prijanto mencatat Ahok menuding dirinya dan menggaet nama Jokowi setelah mencuat kasus Taman BMW di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne secara gamblang. Dia melihat Ahok kemudian membangun opini bahwa pembiaran kasus taman BMW, sepengetahuan Jokowi.
"Walaupun tidak secara eksplisit, patut dinilai Ahok ingin berlindung di belakang Jokowi," katanya.
Prijanto pun memperingatkan pada Jokowi agar hati-hati dengan perilaku Ahok, dalam kasus RSSWÂ dan Reklamasi Teluk Jakarta yang saat ini melilit Ahok. Sebagai Presiden, kata dia, seyogianya tidak melakukan langkah "blunder" karena perilaku Ahok.
"Kasus Taman BMW harus menjadi pembelajaran. Saya yakin, sebagai orang Jawa, tentu bisa membaca perilaku Ahok," katanya.
Â
Prijanto mengungkapkan bahwa sikap adalah fungsi kepentingan. Dia menilai perilaku Ahok setiap menemui persoalan selalu lari ke Presiden Jokowi.
"Bahasa Jawanya 'wadul' agar media dan rakyat melihat ini loh, Ahok karibnya Presiden. Ahok membangun opini sekaligus berlindung di belakang Presiden, untuk menakut-nakuti orang yang memiliki sifat peragu dan penakut," tuturnya. (ase)