Ahok: KPK Bisa Sadap Isi Chat dan WhatsApp Anggota DPRD
- Fajar GM
VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, kewenangan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diatur Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 membuat KPK memiliki dasar hukum untuk melakukan penyadapan terhadap orang yang dicurigai terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Hal itu berarti KPK juga bisa melakukan penyadapan terhadap para anggota DPRD DKI yang dicurigai terlibat dalam kasus suap dalam penyusunan dua Peraturan Daerah (Perda) terkait reklamasi Teluk Jakarta.
"KPK bisa melakukan penyelidikan dengan cara menyadap, mencari bukti (komunikasi) lewat chat, WA (WhatsApp), Skype, semua dikumpulin," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI, Selasa, 12 April 2016.
Ahok mengatakan, dengan kewenangan itu, KPK bisa mencari tahu penyebab di balik tak kunjung terlaksananya rapat paripurna pengesahan dua Raperda menjadi Perda, yaitu Raperda Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Tak menutup kemungkinan adanya upaya pemberian suap yang besarannya belum disepakati. Hal itu menyebabkan tak semua anggota dewan berkenan mengikuti rapat paripurna. Sehingga, jumlah kuorum anggota DPRD atau dua per tiga dari jumlah 106 anggota dewan, yaitu 70 anggota tak kunjung terpenuhi setiap rapat paripurna akan digelar.
"Ada suap untuk bayar absen aku enggak tahu, tapi rapat paripurna enggak mau kuorum-kuorum. Bisa aja kan. Kamu (pihak yang memiliki kepentingan dengan Perda Reklamasi) kan butuh saya datang," ujar Ahok.
KPK sendiri diketahui tengah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang dari pihak Pemprov DKl Jakarta maupun DPRD DKI terkait kasus dugaan suap dalam pembahasan Raperda yang berhubungan dengan izin reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta.
Tercatat terdapat beberapa orang dari pihak Pemprov yang diperiksa, termasuk Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah DKl Jakarta, Heru Budi Hartono, Kepala Bappeda DKl Jakarta, Tuti Kusumawati, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, dan Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, menyebutkan pemeriksaan ini untuk menelisik mengenai kronologis penerbitan raperda yang berujung suap itu. "Pemeriksaan ditujukan untuk mengetahui kronologi penerbitan raperda tersebut, jadi penyidik ingin dalami asal mula terbitnya raperda, kronologis proses pembahasan raperda, termasuk dinamika yang terdapat didalamnya," kata Priharsa di kantornya, Kamis 7 April 2016.
Priharsa menyebut pemeriksaan belum akan menelisik mengenai adanya dugaan uang yang mengalir ke pihak Pemprov. Menurut dia, pemeriksaan adalah untuk menelisik mengenai detail pembahasan raperda.Â
Sebelumnya, beberapa Fraksi di DPRD menolak untuk melanjutkan pembahasan kedua Raperda tersebut. PDIP sebagai pemegang kursi terbanyak dan PPP menyatakan tidak akan melanjutkan pembahasan.
Raperda Rencana Wilayah Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta menjadi sorotan setelah terungkapnya kasus suap yang melibatkan Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaya dan anggota DPRD DKI Jakarta M Sanusi. Ariesman diduga memberi suap untuk memuluskan proyek reklamasi.
(mus)