Staf Khusus Ahok Disebut sebagai Broker
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang bernama Sunny Tanuwidjaja menjadi salah satu pihak yang telah diminta dicegah keluar negeri oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pencegahan Sunny tersebut terkait penyidikan kasus dugaan suap pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Reklamasi Teluk Jakarta.
Sunny disebut-sebut berperan sebagai perantara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, DPRD dan perusahaan pengembang yang ikut dalam proyek reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
“Sunny itu bisa disebut sebagai koordinator lapangan. Dia yang menghubungkan antara pemda, pengusaha, dan pihak DPRD DKI," ujar pengacara Sanusi, Krisna Murthi, saat dihubungi wartawan, Jumat, 8 April 2016.
Krisna tidak menampik jika nama Sunny muncul dari keterangan Sanusi saat diperiksa penyidik dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Menurut Krisna, Sanusi memang pernah berkomunikasi dengan Sunny terkait pembahasan soal Raperda tentang Reklamasi.
Kendati demikian, Krisna menyebut keterlibatan Sunny pada pembahasan kesepakatan dalam proyek reklamasi itu tidak bisa langsung diartikan sebagai pelanggaran hukum. Krisna menyebut negosiasi antara pemerintah, anggota dewan dan pengusaha, merupakan hal yang lumrah.
Diketahui, penyidik KPK telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka antara lain adalah Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja; Karyawan PT APL, Triananda Prihantoro serta Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi.
Ariesman dan Trinanda diduga telah memberikan suap kepada Sanusi hingga Rp2 miliar. Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. (ase)