2015, Kasus Tabrak Lari Melonjak Signifikan
- Twitter/Fahra Rizwari
VIVA.co.id – Kepala Subdit Pembinaan dan Penegakan Hukum (Bin Gakum) Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Budiyanto mencatat, pada tahun 2015, jumlah kasus tabrak lari meningkat signifikan.
"Kalau dalam tiga tahun terakhir, dari tahun 2013 hingga 2015, tahun 2015 angka kasus tabrak lari paling tinggi," kata Budiyanto dalam keterangannya, Kamis, 31 Maret 2016.
Dari data yang didapat, pada 2013 terjadi 1644 kasus tabrak lari, menurun di 2014 menjadi 1585 kasus, dan 2015, angkanya melonjak jadi 1806 kasus.
Budiyanto menjelaskan, pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas, wajib menghentikan kendaraan, memberikan pertolongan kepada korban. Kemudian melaporkan kecelakaan kepada polisi, dan memberikan keterangan terkait kecelakaan yang dialaminya.
"Hal itu sesuai pasal 231 Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan," ujarnya menambahkan.
Namun, kata Budiyanto, bagi mereka yang terlibat dalam kecelakaan, tapi tidak melakukan tindakan seperti yang disebutkan dalam pasal 231, maka sanksi pidana siap menanti.
"Ada pada pasal 312 Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, dan diberi sanksi pidana penjara 3 tahun atau denda paling banyak Rp 75 juta," ujarnya menjelaskan.
Menurut Budiyanto, ada beberapa hal yang melatarbelakangi seseorang melakukan tabrak lari. "Pertama, takut karena pertimbangan keamanan, lalu tidak tahu harus berbuat apa, kemudian ingin lepas dari tanggung jawab hukum."
(mus)