Kontrak Pengelolaan Sampah DKI dan Bekasi Mangkrak

Sejumlah alat berat dikerahkan untuk menata tumpukan sampah yang baru datang, di TPST Bantar Gebang, Bekasi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Publik tentu masih ingat kemelut sampah di DKI Jakarta yang berujung saling tuding antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan DPRD Kota Bekasi. Bahkan, masyarakat pun ikut terseret dalam masalah tersebut.

Kasus tersebut berujung pada keputusan Ahok yang memutuskan kontrak kerja dengan pihak swasta PT Godang Tua Jaya, selaku pengelola sampah warga Jakarta di TPST Bantargebang per Januari 2016 lalu, tanpa bukti.

Nyatanya, TPST Bantargebang hingga saat ini masih dikelola oleh pihak Godang Tua Jaya. Namun sayangnya, seperti tak ingin menyulut api, pihak Godang Tua pun bungkam terkait permasalahan sampah yang sempat panas tersebut.

Terlepas dari keputusan Ahok. Rupanya, persoalan pun masih menjadi pembahasan antara Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi. Kedua pemerintahan itu, hingga saat ini masih membahas soal adendumnya.

Sampai hari ini, pembahasan masalah sampah itu pun jadi mangkrak selama tiga bulan. Diketahui, salah satu penyebabnya adalah ada beberapa poin yang belum disepakati kedua belah pihak.

Menurut Ketua Dewan Penasihat Presidium Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Benny Tunggul, lambannya perjanjian adendum disepakati karena tidak ada itikad kedua pemerintah untuk keseriusan mengolah sampah terpadu.

Kedua pemerintah, kata dia, selalu terjebak masalah kepentingan. "Kalau mereka ingin mengedepankan norma sosial, sudah pasti sudah disepakati," kata Benny, Kamis 31 Maret 2016.

Benny mengaku, lokasi TPST Bantargebang sebenarnya sudah layak mengoperasikan sampah terpadu. Sebab, dalam pengolahannya sudah menggunakan sistem industri sampah yang ramah lingkungan. "Kami akan mendesak agar TPA regional menjadi pilihan ke depannya," ujarnya.

Apalagi, kata Benny, luas lahan TPA Sumur Batu seluas 15,8 hektar itu sudah tidak memadai untuk menampung seluruh tumpukan sampah milik warga Kota Bekasi.

Dia mengkhawatirkan, bila tidak ada kesepakatan untuk mengolah sampah bersama dengan DKI Jakarta, Kota Bekasi tak memiliki lahan pembuangan sampah. "Karena sampai sekarang luas lahan itu sudah tidak ideal lagi. Dan selalu tak terangkut sebanyak 700 ton per hari," imbuhnya.

Sementara itu, Asisten Daerah Bidang Administrasi pada Sekretariat Daerah Kota Bekasi, Dadang Hidayat, membenarkan pembahasan adendum dengan DKI Jakarta memang belum putus.

Menurut dia, ada beberapa item revisi yang belum ditandatangani oleh pihak Pemprov DKI Jakarta. "Adendum itu sekarang sudah ada di DKI Jakarta, tinggal ditandatangani saja," kata Dadang.

Dadang menambahkan, kendala belum diputuskannya perubahan adendum ini dikarenakan juga adanya aturan lama yang belum dicabut.

Pencabutan aturan lama itu harus disertai kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi. "Kalau kita saja yang setuju, tidak bisa, itu namanya sepihak," ujarnya.

Sebagai informasi, kedua pemerintahan sudah sejak Januari 2016, melakukan pembahasan adendum ini. Mereka sengaja membuat revisi ulang perjanjian itu di antaranya soal pemberlakuan jam operasional truk sampah dan dana kompensasi.

Namun, di tengah pembahasan adendum itu, Pemerintah Kota Bekasi meminta DKI Jakarta juga memberikan kewenangan untuk membuang sampah ke TPST Bantargebang tanpa syarat. Pasalnya, TPA Sumur Batu milik Kota Bekasi sudah overload.

 

Teknologi Pengolahan Sampah RDF Dikritik, Riskan Diterapkan di Jakarta