Kuasa Hukum 26 Aktivis Tuding Jaksa Tidak Profesional
- Lilis Khalisotussurur
VIVA.co.id – Setelah sempat tertunda, akhirnya sidang perdana dua pengacara publik dan seorang mahasiswa mendengarkan dakwaan melawan petugas yang dituduhkan pada mereka, saat menggelar unjuk rasa pada 30 Oktober 2015.
Saat itu, dua pengacara publik, yaitu Tigor Gemdita Hutapea dan Obed Sakti, sedang melakukan pendampingan terhadap aksi buruh yang menuntut pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, karena dinilai mengakibatkan buruh diupah semakin murah.
Kuasa hukum terdakwa, Maruli Raja Gukguk, menilai dalam sidang perdana perkara ini, jaksa tidak profesional. Hal ini menyangkut surat pemanggilan yang mencantumkan perkara terkait pencabulan. Kemudian, pada surat panggilan kedua,baru tertulis perkara melawan petugas.
"Surat panggilan tersebut sangat merugikan para terdakwa. Sekarang saya tanya kapan melakukan pencabulan? Karena itu para terdakwa keberatan dengan surat panggilan ini. Itu tidak profesional," kata Maruli usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin 28 Maret 2016.
Tak hanya itu, dalam sidang dakwaan, dia juga menganggap Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak bisa menjelaskan surat dakwaan. Dalam sidang tersebut, para terdakwa tidak mengerti apa yang menjadi kesalahan dan perbuatan hingga mereka didakwa.
"Dari pihak kejaksaan tidak bisa menjelaskan bagaimana peran para terdakwa tersebut, tapi hanya membacakan surat dakwaan dan Kuhap (Kitab Undan-undang Hukum Acara Pidana). Secara detail, secara rinci, mereka tidak bisa menjelaskan," ucap Maruli.
Dia menyebut pada Pasal 155 Kuhap, kalau terdakwa tak mengerti dakwaannya, maka jaksa harus menjelaskan. "Sebenarnya kasus ini jauh dari penegakan hukum berdasarkan keadilan. Tapi pembungkaman terhadap pengacara publik ketika membela orang-orang miskin," kata Maruli.
Sidang lanjutan rencananya akan digelar Senin pekan depan, dengan agenda mendengarkan eksepsi atau keberatan terdakwa atas surat dakwaan.
Sementara untuk 23 terdakwa dari buruh, sidangnya kembali ditunda karena surat panggilannya terlambat diberikan. Umumnya, surat panggilan persidangan disampaikan minimal tiga hari sebelum persidangan. Namun, mereka baru mendapatkan surat panggilan sehari sebelum pelaksanaan sidang.
"Mereka kan butuh dispensasi, izin dari perusahaan," ungkap Maruli.
Sebanyak 26 terdakwa dari unsur buruh, advokat dan mahasiswa ini diproses hukum, buntut dari melakukan aksi melebihi jam yang ditentukan pada 30 Oktober 2015.