Libatkan TNI di Penggusuran, Ahok Diskriminatif Rakyat
- Fajar Ginanjar - VIVA.co.id
VIVA.co.id – Rencana penertiban kawasan Kalijodo akhir bulan ini cukup menyita perhatian banyak pihak. Pemprov DKI akan melibatkan ratusan, bahkan ribuan aparat dari TNI dan Polri.
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menganggap, pelibatan TNI dan Polri dalam penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI menandakan Pemprov DKI masih diskriminatif kepada rakyat kecil.
"Penggusuran dengan alasan penertiban yang melibatkan TNI dan Polri jelas tidak sesuai dengan Undang Undang. Baik undang undang polri pasal 2 maupun undang undang TNI pasal 7," ujar pengacara publik LBH Jakarta Aldo Fellix Januardy di kantor LBH jakarta Rabu 24 Februari 2016.
Menurutnya, pelibatan TNI dan Polri di dalam operasi penggusuran atau penertiban sangat tidak perlu. Kehadiran TNI dan Polri hanya akan menambah kepanikan warga yang menjadi korban penggusuran.
"Tugas polisi menurut UU-nya kan melindungi dan mengayomi masyarakat, TNI menjaga kedaulatan negara, jaga wilayah objek vital negara, saya rasa tidak relevan dengan dilibatkan ke penggusuran," ujarnya.
Terkait penggusuran Kalijodo, Aldo menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok belum melakukan musyawarah yang layak bagi warga.
"Dengan datang lalu memberikan surat peringatan 1, 2 dan 3, itu bukan musyawarah, itu hanya prosedural saja, seharusnya sebagai pemerintah, Pemprov DKI bisa memberikan solusi atau paling tidak mendengarkan aspirasi," kata Aldo.
Menurut data yang didapatkan LBH Jakarta, sepanjamg 2015 hingga awal 2016, terdapat 67 kasus yang melibatkan ancaman personil kepolisian, 65 kasus yang melibatkan ancaman TNI, dan 108 kasus yang melibatkan aparat Satpol PP.
"Melihat data tersebut, menurut saya, di sini Gubernur Ahok masih diskriminatif terhadap rakyat menengah ke bawah," katanya.