Tak Mau Ketinggalan, Kota Bekasi Mulai Bangun Smart City
- businesstoday.net.my
VIVA.co.id – Bekasi, sebagai salah satu kota penyangga Jakarta tengah berbenah diri. Seolah tidak mau ketinggalan, kini kota yang dipimpin Rahmat Effendi ini mulai melirik konsep smart city.
Rahmat mulai memenuhi syarat penunjang pembangungan smart city, di antaranya membangun infrastruktur dan karakter para pejabat publik dan masyarakatnya.
Seperti diketahui, konsep smart city atau kota cerdas kini mulai diterapkan di berbagai kota besar di Indonesia. Konsep ini merupakan impian bagi kota-kota di Indonesia karena diyakini bisa menyelesaikan berbagai masalah perkotaan seperti kemacetan, penumpukan sampah, dan keamanan warga kota.
Konsep kota cerdas ini mengedepankan sebuah tatanan kota yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat, dan tepat serta berbasis teknologi informasi.
Setelah diluncurkan, konsep ini mendapat tanggapan yang positif dari warga Kota Bekasi terhadap teknologi, terutama teknologi informasi. Sebagai kota metropolitan yang bercirikan komuter, kebutuhan akan informasi menjadi tren tersendiri. Keterampilan menggunakan fasilitas internet dan teknologi informasi juga sudah sedemikian melekat dengan keseharian masyarakat Indonesia dan menjadi gaya hidup.
Fenomena ini merupakan salah satu modal utama penciptaan kota cerdas atau smart city untuk mendukung visi kota Bekasi yang maju, sejahtera dan ihsan.
Pada tahun 2016 ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika menargetkan, pengguna Internet di Indonesia mencapai 150 juta orang. Dan yang menarik, berdasarkan survei, 51 persen pengguna Internet itu adalah wanita dan 80 persen dari pengguna itu umumnya mereka yang berusia muda.
Pembentukan kota cerdas tidak terlepas dari smart society atau masyarakat yang cerdas. Penggunaan teknologi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, merupakan satu-satunya syarat untuk penerapan smart city.
Masyarakat Kota Bekasi harus memahami betul apa peran teknologi dalam membangun sebuah kota, yang salah satu di antaranya adalah kesadaran bahwa kita hidup dalam sebuah jejaring, yang merupakan esensi dari sebuah masyarakat yang cerdas untuk realisasi dan pemerataan pembangunan.
Kata ahli, teknologi bisa membuat orang cerdas, tapi juga bisa membuat orang tetap bodoh. Yang cerdas adalah teknologinya, tapi orangnya tetap bodoh. Oleh karena itu, di dalam komunitas masyarakat, permasalahan yang sangat besar adalah kontradiksi kultural. Artinya apa? Teknologinya tinggi tapi kecerdasan masyarakatnya rendah.
Hal tersebut jangan sampai terjadi. Yang harus diwaspadai dalam konsep smart city, adalah jurang pemisah antara teknologi dengan cara berpikir masyarakat.
Ini harus segera diselesaikan, agar teknologi yang cerdas bisa berperan dalam membangun masyarakat yang cerdas, sehingga perkembangan teknologi dan perkembangan sosial sejalan dan tidak terpisahkan.
Menurut pengamat pendidikan di Kota Bekasi dari LSM Sapulidi, Imam Kobul, pemerintah kota Bekasi yang menginginkan daerahnya menuju smart city perlu menyiapkan SDM yang unggul juga melalui segi pendidikan yang layak.
“Tanpa pendidikan yang layak, smart city tidak akan berhasil dicapai. Karena demi tujuan itu, perlu adanya SDM yang cerdas, sehingga sejalan dengan tujuan menjadi kota cerdas,” ungkap Imam pada VIVA.co.id.
Selama ini, kata Imam, Pemerintah Kota Bekasi dianggap belum mampu menerapkan pendidikan yang baik, demi menciptakan SDM yang layak dalam menuju Smart city yang diidam-idamkan terbentuk di daerah yang berdekatan dengan Ibukota negara ini.
“Saya merasa banyak kekurangan yang harus ditutupi Pemkot Bekasi, dari segi pendidikan, segi program dinasnya maupun infrastruktur bangunan sekolah yang dinilai masih kurang,” kata Imam.
Kekurangan Sekolah
Dia menyebutkan, program pendidikan dengan anggaran besar yang dikeluarkan pemerintah melalui APBD daerah itu belum terserap dengan baik. Saat ini masih banyak jumlah angka putus sekolah warga di Kota Bekasi, kurangnya fasilitas sekolah SMP, SMA maupun SMK di Kota Bekasi untuk menampung masing-masing lulusan sekolah.
“Data kami hingga akhir tahun 2015, masih ada warga Kota Bekasi yang putus sekolah sebesar 17 ribu dan perbandingan sekolah SD belum sebanding dengan jumlah unit sekolah SMP dan seterusnya,” ucap Imam.
Adapun dari data yang dimilikinya, pemerintah kota Bekasi hingga akhir tahun 2015, total sekolah dasar negeri di Kota Bekasi berjumlah 442 unit bangunan sekolah, SMP Negeri 43 unit, SMA Negeri 18 unit dan SMK Negeri hanya 12 unit.
“Jika melihat data itu, hanya Sekolah Dasar saja yang dianggap ideal jumlahnya. Sementara itu, unit sekolah SMP masih jauh dari idal yang harusnya ada sebanyak 120 unit, SMK dan SMA sendiri idealnya berjumlah 40-60 unit lagi harus ditambah untuk menampung jumlah lulusan sekolah masing-masing,” kata dia.
Terpisah, anggota komisi D Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Ronny Hermawan, menjelaskan, agar terwujudnya smart city di Kota Bekasi, pihaknya sering kali meminta Dinas Pendidikan untuk memenuhi sejumlah kekurangan unit sekolah.
“Setiap tahun, kami sudah minta untuk menambah unit sekolah yang dinilai kurang seperti SMP, SMA dan SMK. Tapi alasan mereka keterbatasan lahan, saya bilang kalau pun sulit gunakan sarana yang ada kalau perlu dibikin tingkat seperti sekolah swasta yang digabung dari SD sampai SMA,” ujar Ronny.
Bahkan, kata Ronny, kalaupun ada upaya kota Bekasi menuju Smart city itu juga dirasa perlu ada Perguruan tinggi Negeri di Kota Bekasi sehingga tidak perlu lagi masyarakat dengan tingkat kecerdasannya itu mencari perguruan tinggi negeri di luar daerah lain.
“Gimana mau menuju smart city, sekolah negeri masih kurang. Dan kami berharap ada perguruan tinggi Negeri dibangun juga oleh pemerintah Kota Bekasi demi tercapainya wujud dari smart city,” kata Ronny.
Terkait dengan program untuk mengentaskan jumlah putus sekolah di Kota Bekasi, diakui Ronny, APBD Kota Bekasi tahun 2017 nanti, Dinas Pendidikan Kota Bekasi memasukkan anggran senilai Rp6 miliar. Namun, untuk mekanismenya dan penyerapan anggaran, datanya ada di dinas tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Rudi Sabarudin mengatakan, dinasnya mengusulkan anggaran sebesar Rp6 miliar pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2017 untuk membiayai pendidikan masyarakat di wilayah setempat yang putus sekolah. "Agar melanjutkan sekolah," kata Rudi.
Menurut dia, masyarakat putus sekolah bisa melanjutkan sekolah non formal di pusat kegiatan belajar masyarakat atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat untuk masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan. "Mereka bisa kejar paket sampai mendapatkan ijazah kesetaraan," kata dia.
Rudi mengatakan, selama ini, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan formal, di mana dana tersebut dimanfaatkan warga miskin melalui biaya operasional sekolah (BOS) untuk keperluan sekolah.
Sementara, pendidikan non formal juga membutuhkan biaya layaknya pendidikan formal. "Untuk beli buku dan kebutuhan sekolah lainnya," kata dia.
Sebabnya, dalam pendidikan non formal juga terdapat kegiatan belajar mengajar, namun bedanya hanya dilakukan pada akhir pekan atau sepekan sekali. Sebab, mayoritas peserta pendidikan nonformal ialah kalangan pekerja. "Mereka putus sekolah karena terbentur ekonomi, dan memilih bekerja," kata Rudi.
Karena itu, Rudi mengaku pihaknya tengah mendata seluruh masyarakat putus sekolah di wilayah setempat mulai dari tingkat sekolah dasar hingga atas. Pihaknya akan melakukan pendekatan agar masyarakat tersebut bersedia menempuh pendidikan non formal atau kesetaraan.
Terakhir, terkait jumlah fasilitas unit sekolah yang kurang ideal di Kota Bekasi, saat ini pihaknya sedang terus berupaya untuk memenuhinya agar terciptanya Kota Bekasi yang cerdas. Selama ini, diakui Rudi, jumlah unit sekolah memang masih mengalami kekurangan diantaranya untuk tingkat sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan.
“Kami akan terus berupaya adanya penambahan unit sekolah untuk tahun ini dan tahun ke depannya,” kata Rudi.