Kisah Ibu Penjual Kopi di Kalijodo Raup Rp10 Juta Sebulan

Badriah mengemasi barang daganganya.
Sumber :
  • Foe Peace - VIVA.co.id

VIVA.co.id – “Selamat tinggal Kalijodo”, itulah kalimat terakhir yang diucapkan Subadriah, setelah 44 tahun lamanya mencari nafkah di lokalisasi di perbatasan dua kota di Jakarta itu.

Janji Ahok Bangun Masjid di Kalijodo Dipenuhi Djarot

Dengan mata berkaca-kaca, wanita berusia 65 tahun itu menutup warung bututnya, tempat di mana selama ia menjajakan kopi kepada pengunjung yang datang ke kawasan itu.

"Saya pertama kali datang ke Kalijodo tahun 1972. Saya berjualan kopi, rokok dan makanan," katanya di Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat, 19 Februari 2016.

Kunjungi Kalijodo, Djarot Tergoda Main Ayunan

Ia mengaku tak terlalu ambil pusing terkait penggusuran Kalijodo. Jika nanti Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok jadi menggusur Kalijodo, Diah berencana akan kembali ke kampung halamannya di Lumajang, Jawa Timur.

Diah ingin hidup sebagai petani, menggarap sawah dan kebun yang dibelinya dari hasil berjualan kopi di ibu kota.

Bakal Digusur, Tak Semua Warga Tol Kalijodo Dapat Rusun

"Ya gusur, gusurlah. Sudah puas saya, anak-anak sudah pada kerja. Yang bungsu kuliah sekarang di Malang. Hasil dari sini (Kalijodo) kalau dulu bisa dapat 10 jutaan sebulan, tapi sejak beberapa tahun belakangan, cuma 100 ribu per hari," katanya.

Selanjutnya... Pernah menjadi muncikari...

Pernah Menjadi Muncikari

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/02/18/56c5797161a46-surat-peringatan-untuk-kawasan-kalijodo_663_382.jpg

Diah bercerita, dulu ia pernah menjadi seorang muncikari. Cukup banyak wanita yang diasuhnya untuk dicarikan pria hidung belang. Dari setiap transaksi seks, Diah mendapatkan komisi Rp20.000.

"Dulu saya punya 20-an lebih (PSK). Yang paling cantik itu Dewi asal Lampung. Kalau ada tamu, saya dapat 20 ribu, untuk kamar 30 ribu, 100 ribu buat ceweknya," katanya.

Diah sudah ikhlas meninggalkan semua dunia gemerlap di Kalijodo. Diah mengaku sadar telah berdosa pernah sempat menjadi muncikari di sana.

"Kami tinggal dekat sini. Tapi suami tak pernah mau ke sini, ia di rumah saja. Selamat tinggal Kalijodo, good bye Kalijodo, selamat tinggal Kalijodo," ujar Diah.

Hanya dalam hitungan hari, Kalijodo hanya akan sirna bersama kenangan para pencari nafkah dunia malam. Sebentar lagi, alat-alat berat akan menyulap kawasan itu menjadi taman hijau. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya