Beda Visi Kalijodo Ahok dan Risma di Dolly
- VIVA.co.id/Deta Ardian
VIVA.co.id – Rencana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menutup kawasan lokalisasi Kalijodo dibanding-bandingkan dengan penutupan kawasan Dolly di Surabaya, Jawa Timur pada 18 Juni 2014 lalu. Saat itu, tindakan Risma dinilai fenomenal, sebab Dolly merupakan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara.
Sebelum membandingkan penertiban Kalijodo dengan Dolly, ada baiknya melihat sepak terjang Risma dalam menata ulang kawasan lokalisasi yang sudah ada sejak masa kolonial Belanda, dan dirintis perempuan keturunan Belanda bernama Dolly van de Mart.
Waktu itu, dukungan masyarakat Surabaya terhadap rencana Risma menutup Dolly sangat besar. Walaupun demikian, ia juga mendapatkan tentangan penghuni Dolly dan mereka yang sejak lama mencari nafkah di tempat itu. Sebab, di Dolly terdapat puluhan wisma, ratusan muncikari, serta ribuan PSK yang menawarkan jasa layanan prostitusi.
Selain itu, juga ada masyarakat yang menghidupi diri dengan mengambil keuntungan dari lokalisasi Dolly, walaupun tidak bersentuhan langsung dengan bisnis prostitusi. Mereka diantaranya penjaga parkir, pemilik toko kelontong, buruh cuci atau laundry, serta rumah makan.
Sejak awal digulirkannya rencana itu, masyarakat yang menolak, melakukan berbagai aksi di Dolly. Mulai dari demonstrasi, pergelaran drama, pengajian, sampai unjuk rasa yang berujung bentrok, sehingga sejumlah koordinator aksi ditahan kepolisian.
Meski demikian, Risma kukuh pada sikapnya. Penutupan Dolly tetap dilakukan.
Pemerintah Kota Surabaya langsung menyiapkan anggaran Rp20 miliar pada 2015, untuk membeli 52 wisma di Gang Dolly, dan 238 wisma di Jalan Jarak. Dana itu membengkak sekitar Rp9 miliar dari perkiraan awal, karena adanya kebutuhan membeli wisma terbesar di kawasan ini, yaitu Barbara.
Setelah menutupnya, Risma secara perlahan-lahan mentransformasi wajah Dolly. Warga yang sebelumnya hidup dari bisnis prostitusi, beralih profesi dan membuka beragam usaha yang jauh dari dunia hitam. Sedangkan, bagi para PSK yang bukan warga asli Dolly maupun Surabaya, dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing.
Kini, kawasan itu dipenuhi kerajinan batik, pakaian, sepatu, hingga beragam usaha kuliner. Perubahan ini bisa terjadi berkat campur tangan Pemerintah Kota Surabaya, yang memberikan bantuan sarana mesin cuci, gerobak, serta sepeda.
“Kita tidak hanya berbicara soal akidah masyarakat. Namun, yang paling penting bagi saya sebagai seorang ummaro (pemerintah), adalah sebisa mungkin harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini hidup di Dolly,” tegas Risma saat itu.
Bantuan modal juga diberikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk warga eks lokalisasi Dolly. Nominalnya mencapai Rp 5 juta untuk setiap muncikari, yang jumlahnya mencapai 311 orang. Sedangkan untuk pemberdayaan PSK, Kementerian Sosial menggelontorkan langsung Rp 8 miliar.
Tidak hanya memberikan bantuan modal, Pemkot Surabaya juga ikut membantu memasarkan berbagai barang hasil kerajinan warga. “Kami juga menyewakan stand di mal-mal, dan memasarkannya via online agar semakin banyak masyarakat yang mengetahui, dan membeli produk mereka,” lanjut Risma kala itu.
Bahkan, sebagian produk itu juga sudah diekspor ke beberapa negara Asia Tenggara. Bahkan, ada yang mampu menembus pasaran Eropa.
Saat ini, hampir delapan bulan berjalan Dolly mengubah wajahnya. Usaha pembuatan sepatu di kawasan itu bisa meraup omset hingga Rp9 juta rupiah per bulan. Risma pun ikut-ikutan memesan sepatu hasil produksi Kelompok Usaha Bersama (KUB) Maju Jaya, untuk digunakannya dalam pelantikan sebagai Walikota Surabaya, Rabu 17 Februari 2016 kemarin.
Tak sampai situ, visi Risma terhadap Dolly pun masih berkembang dengan menjadikan kawasan ini sebagai lokasi pariwisata.
“Tujuan pembelian semua wisma itu memang untuk mengalihfungsikan kawasan Dolly menjadi tempat wisata bagi seluruh warga Surabaya. Bahkan, rencananya Minggu 21 Februari 2016 nanti kami akan meresmikan pembukaan wisata itu, yang akan diramaikan berbagai komunitas,” terang Risma, Minggu 14 Februari 2016.
Lalu, jika dibandingkan dengan Dolly, bagaimana visi Ahok, sapaan akrab Basuki, dalam mengubah wajah Kalijodo?
Lokalisasi Kalijodo seluas 1,6 hektare yang diapit Kali Angke dan aliran sungai Banjir Kanal Barat merupakan salah satu zona hijau, sehingga kawasan itu akan menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH).
"Saya enggak mau musingin di sana (Kalijodo) tempat uang berputar. Pokoknya kalau kamu menduduki tanah negara kami sikat," ujar Ahok, di Lapangan Makodam Jaya, Cililitan, Jakarta Timur, Rabu, 17 Februari 2016 kemarin.
untuk mengembalikan semua aset milik pemerintah yang diduduki warga.