Rawat Rumah Majikan, Kakek Munir Divonis 1 Bulan Penjara
- Zahrul Darmawan
VIVA.co.id - Abdul Munir (70) yang diseret ke meja hijau oleh majikannya karena dianggap melakukan penyerobotan rumah divonis satu bulan kurungan. Sanksi tersebut dibacakan hakim dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, Senin 1 Februari 2016.
"Setelah menimbang dan mendengarkan saksi maka sesuai Pasal 167 ayat 1 junto 55, tentang melawan hak masuk dengan memaksa, atau ruang pekarangan yang tertutup atau sengaja maka kami menjatuhkan hukuman satu bulan penjara. Adapun barang bukti ialah surat somasi yang sebelumnya dilayangkan pelapor," ujar Hakim Ketua Nusi saat persidangan.
Meski mendapat vonis yang jauh lebih ringan dari ancaman 9 bulan kurungan tersebut, Munir melalui kuasa hukumnya merasa keberatan. Mereka meminta untuk mengajukan banding. Ini juga dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
"Kita naik banding Pak," ujar Veronica Koman, kuasa hukum Munir dari LBH Jakarta.
Ditemui di sela-sela persidangan, Munir dan Musriyakah (46), sang istri yang ikut terseret ke meja hijau oleh Irawati (majikan), bersikukuh apa yang dilakukannya semata-mata hanya untuk menuntut keadilan atas hak yang diyakininya tak pernah diberikan oleh Irawati.
Kejadian ini bermula ketika pada tahun 1993, Munir mengaku mendapat kepercayaan dari Irawati untuk menjaga salah satu rumahnya di kawasan Bambu Kuning, Bojonggede, Kabupaten Bogor.
"Ibu ini (Irawati) nikah sama pejabat bank dunia, namanya Ernest Kepper. Kemudian pindah ke Amerika Serikat tahun 1978. Kemudian tahun 1988, dia kredit rumah BTN di Bambu Kuning, Bojonggede. Setelah kosong selama 5 tahun, rumah itu rusak, dia telepon saya. Saya disuruh jaga," jelasnya.
Tadinya Munir sempat menolak lantaran merasa keberatan dengan biaya ongkos yang harus dikeluarkan. Karena Munir harus naik angkot dari rumahnya di Bendungan Hilir ke Bojonggede.
"Saya bilang, saya mau bantu ibu jaga rumah itu tapi kalau ibu enggak bayar saya enggak mau. Karena ongkos saya tambah besar. Tadinya saya tinggal di Bendungan Hilir, Jakarta. Awalnya dia sanggupi, cuma secara lisan. Kalau tertulis dia enggak mau, ya saling percaya saja," kata Munir.
Setelah sempat putus kontak selama beberapa tahun, tiba-tiba Irawati melayangkan surat somasi pada dirinya untuk segera mengosongkan rumah. Meski sempat meminta untuk bertemua, tapi Irawati menolak bertemu.
"Nah saya mau coba temuin dia, dia enggak mau ketemu. Maksudnya mau nanya kejelasan. Saya tungguin sampai tengah malam. Dia enggak mau nemuin. Akhirnya dia lapor polisi (Polsek Bojonggede). Empat kali saya diperoses pada tahun 2014. Dia bilang cuma mau kasih saya Rp3 juta. Padahal saya kerja (menjaga) rumah itu sudah puluhan tahun," keluh Munir.
Angka tersebut dinilainya tak sebanding dengan apa yang telah dilakukannya selama ini. Karena itu, Munir meminta upah sebagai penjaga Rp250 per bulan. Bila ditotal, jumlahnya mencapai Rp70 juta.
"Rp70 juta termasuk listrik, renovasi rumah dan lainnya. Dia bilang enggak mungkin. Intinya saya siap jika harus mengosongkan rumah itu asal ada ganti ruginya." katanya.
Di tempat yang sama, Veronica Koman, kuasa hukum Munir dari LBH Jakarta menegaskan, apa yang dialami kliennya adalah bentuk kriminalisasi. Masalah ini harusnya menjadi sengketa perdata.
"Bahkan lihat dari perburuhannya, PRT tidak dapat gaji setelah dipekerjakan selama 23 tahun. Ini karena Pak Munir buta hukum," katanya.
Veronica menilai, angka Rp70 juta yang diminta Munir sebagai kompensasi adalah wajar dan masih sangat murah. "Itu enggak ada apa-apanya ketimbang renovasi rumah, listrik dan lainnya. Pas pertama saja air dan listrik engga jalan. Intinya kami akan mengajukan banding," kata dia. (ren)