Keluarga Pertanyakan Kasus Malapraktik Bocah Falya
- VIVA.co.id / Muhammad Hary Fauzan (Bekasi)
VIVA.co.id - Masih ingat kasus kematian Falya Raafani Blegur (1,3 bulan) yang tewas diduga akibat malapraktik yang dilakukan dokter RS Awal Bros Kota Bekasi?
Kini, pihak keluarga mempertanyakan nasib kasus itu lantaran sudah tiga bulan lebih pascameninggalnya bayi tersebut, namun belum ada kepastian dari kepolisian soal kasus tersebut.
Menurut Ibrahim Blegur (36), ayah Falya, sampai tiga bulan berlalu kasus anaknya tak juga ada kejelasan. Khususnya, dari hasil auotopsi jenazah Falya yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya.
"Belum ada hasil yang kami terima, kasusnya pun seakan jalan di tempat tidak ada kepastian dari penyidik yang menangani kasus anak kami. Padahal kami berharap polisi bisa mengungkapnya," kata Ibrahim di rumahnya, Minggu, 24 Januari 2016.
Dia lantas membandingkan dengan kasus kematian Wayan Mirna Salihin, perempuan yang tewas setelah menyeruput kopi bercampur sianida. Dia menilai, penyidik justru lebih cepat menemukan penyebab kematiannya.
Padahal kasus kematian anaknya terlebih dahulu dia laporkan ke aparat Polda Metro Jaya.
"Ini ada apa? Kenapa penyebab kematian anak saya sulit diungkap, sedangkan kematian Mirna bisa terungkap hanya beberapa hari saja," ujar Ibrahim.
Lebih jauh, Ibrahim mengatakan, jenazah Falya diautopsi penyidik pada 27 November 2015. Polisi pun berjanji menguak kasus kematian Falya, yang memang diakui mereka ada kesalahan terkait penanganan dokter terhadap anak keduanya tersebut.
Penyidik membongkar makam Falya untuk menemukan kandungan antibiotik, yang disebut-sebut sebagai pemicu nyawa Falya melayang. Namun hingga kini, pihak keluarga tidak memperoleh hasilnya.
"Padahal saat itu penyidik berjanji hasilnya akan terungkap 10-12 hari kemudian," ujar Ibrahim.
Lantaran tak mendapat kepastian tentang hasil autopsi anaknya, Ibrahim kembali menyambangi Polda Metro Jaya. Namun ia tak mendapat kepastian.
Dua pejabat kepolisian dari Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya malah memberikan alasan berbeda terkait sulitnya kematian Falya terungkap.
"Penyidik pertama sebut anggota tak punya alat untuk mengukur antibiotik yang ada di tubuh Falya, penyidik kedua bilang hasil autopsi tidak bisa diumumkan karena untuk penyelidikan. Ini aneh, satu institusi tapi beda pandangan," ujar Ibrahim.
Ibrahim pun bingung ke mana lagi dia melapor kejadian ini. Segala cara sudah ia tempuh, hanya untuk mencari keadilan untuk anaknya. Seperti melapor ke Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, DPRD Kota Bekasi bahkan Ikatan Dokter Anak (IDI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
"Tapi kasus ini masih terkatung-katung. "Kami cuma minta kejelasan kematiannya, tidak ada yang lain," ujar Ibrahim.
Menurut Ibrahim, sebetulnya penyidik sudah bisa meningkatkan kasus ini ke tingkat penyidikan untuk menentukan tersangka. Sebab ia telah membeberkan sejumlah bukti foto, video dan hasil laboratorium sebelum dan sesudah anaknya diberikan antibiotik oleh rumah sakit.
Ibrahim yakin, kematian anaknya disebabkan karena antibiotik yang diinjeksi oleh pihak rumah sakit. Hal ini terungkap dari uji laboratorium yang ia dapat dari rumah sakit tersebut.
"Sebelum diberi antibiotik, kadar leukosit anak saya di kisaran 9.000, tapi setelah disuntik antibiotik berubah menjadi 23.000. Dari hasil ini saja sudah kelihatan, ada kesalahan dalam penanganan anak saya," kata Ibrahim.
Saat ini, dia hanya berharap kasus anaknya bisa segera diselesaikan.
Seperti diketahui, Falya Raafani meninggal usai menjalani perawatan di RS Awal Bros, Bekasi. Falya meninggal diduga lantaran disuntik antibiotik.
Padahal, sebelum disuntik antibiotik, kondisi Falya sudah sehat. Namun, setelah disuntik, kondisinya malah tiba-tiba turun drastis dan akhirnya meninggal dunia pada 1 November 2015. (ase)