Tolak Penggusuran, Warga Bukit Duri Tuntut Ganti Rugi
- Anwar Sadat
VIVA.co.id - Warga Bukit Duri mengecam isu penggusuran paksa yang akan dilakukan Pemerintah Daerah DKI Jakarta pada Selasa, 12 Januari 2016. Penggusuran akan dilakukan terhadap pemukiman warga di RT 11, 12 dan 15 RW 10, Bukit Duri, Jakarta Selatan.
Menurut warga, Pemerintah DKI jelas menunjukkan itikad tidak baik dengan tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Ini karena Surat Perintah Bongkar (SPB) yang menjadi dasar menggusur sedang disengketakan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Selain itu, warga juga menilai bahwa Pemprov DKI sudah tidak lagi
mendengarkan suara rakyat dengan mengabaikan permohonan DPRD untuk
melakukan penundaan dalam kasus ini.
Pada 3 Desember 2015 lalu, warga merasa kaget dengan adanya pemberitahuan bahwa rumah mereka akan digusur untuk normalisasi kali Ciliwung. Mereka diinstruksikan untuk segera membongkar rumahnya dan mengambil kunci rumah susun.
Tanpa mendapat informasi lebih lanjut, dua minggu kemudian mereka mendapatkan surat peringatan I untuk membongkar rumahnya dalam
waktu 7 hari, dan dilanjutkan dengan adanya surat peringatan II pada
28 Desember 2015.
Kemudian 4 Januari 2016, warga kembali mendapatkan Surat Perintah Bongkar (SPB), yang intinya memerintahkan warga untuk membongkar
rumahnya dalam waktu 1 X24 jam. Menurut warga, SPB yang diterbitkan oleh camat Tebet tersebut tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB).
Secara khusus, aturan yang mengatur tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum telah mengatur bahwa masyarakat, bahkan meski ia tidak memiliki sertifikat, berhak untuk berpartisipasi dalam seluruh tingkatan, termasuk berhak atas ganti rugi.
Hal senada sempat pula dijanjikan oleh Joko Widodo sewaktu menjadi gubernur DKI Jakarta. Hal ini memang merupakan tanggung jawab negara sebagaimana dicantumkan dalam Komentar Umum PBB No. 7 tentang Hak Atas Tempat Tinggal yang Layak: Penggusuran Paksa (Pasal 11 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya).
Meski warga sudah tinggal di sana selama puluhan tahun, mereka harus menerima kenyataan disebut sebagai warga liar yang tidak memiliki hak maupun ganti rugi apapun. Warga harus memilih. Mereka dipaksa menerima kunci rusun atau tidak mendapatkan apapun.
Ketakutan dan kebingungan, banyak warga yang mengambil kunci rumah susun dengan terpaksa. Sebagian warga yang telah pindah ke rumah susun pun ternyata memperburuk hidup mereka secara ekonomi.
Belum lagi kerugian sosial dan budaya yang tidak bisa dinilai dengan uang. Hal serupa sudah terjadi pada warga komunitas lain sebelumnya, dan akan berulang pada komunitas lainnya.
Karena itu, warga Bukit Duri mengecam adanya niat Pemerintah
Daerah DKI yang akan terus menggusur paksa warga tanpa mengindahkan proses hukum yang sedang berlangsung.
Warga mendesak Pemerintah DKI menjunjung tinggi dan patuh pada proses hukum. Mereka juga mengingatkan negara akan kewajibannya untuk menjamin seluruh warga negaranya mendapatkan kehidupan yang layak. Mereka juga meminta Pemerintah RI untuk melakukan proses pengadaan tanah sesuai hukum dan memberikan hak yang sepatutnya menjadi milik warga.