DPRD Kota Bekasi Ungkap 13 Pelanggaran DKI Soal Sampah

Rombongan truk sampah ke Bantar Gebang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Risky Andrianto

VIVA.co.id - Komisi A DPRD Kota Bekasi dan PT Godang Tua Jaya mengadakan pertemuan di kantor DPRD Kota Bekasi Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jumat 13 November 2015 hari ini.

Pertemuan yang berlangsung sekitar sejak pukul 14.00 - 17.00 WIB, dalam pertemuan itu, kedua belah pihak menemukan sejumlah kewajiban yang ternyata memang tidak dikerjakan oleh DKI Jakarta sesuai MoU dengan Pemkot Bekasi.

Menurut Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi, Aryanto Hendrata, mengatakan, pihaknya ingin meluruskan sejumlah pelanggaran yang dilakukan DKI Jakarta yang informasinya dibebankan oleh pihak ketiga dalam hal ini pengelola TPST Bantargebang, PT Godang Tua Jaya.

Pertemuan saat ini pun, kata Aryanto, akhirnya menjawab informasi itu dan ternyata pelanggaran ataupun kewajiban DKI Jakarta bukan kesalahan dari pihak ketiga melainkan DKI Jakarta yang tidak melaksanakannya.

"Sedikitnya ada 13 pelanggaran yang memang menjadi kewajiban DKI Jakarta untuk memenuhinya tanpa dibebankan oleh pengelola sampah yang mengaku memiliki MoU sendiri dengan DKI Jakarta," kata Aryanto, Jumat 13 November 2015 hari ini.

Kata Aryanto, pelanggaran itu tercantum dalam isi MoU yang dibuat sejak tahun 2009 perihal kewajiban DKI Jakarta yang tidak dikerjakan dan tanpa dibebankan oleh pihak ketiga di antaranya, kewajiban pada poin 13 melaksanakan penambahan sumur artesis untuk penemuhan air bersih warga sekitar.

Poin 16 penurapan kali Ciasem dari perbatasan TPST ke hilir sepanjang 3 km, penyediaan obat-obatan untuk kebutuhan masyarakat, membuat sumur pantau diameter 4 inci kedalaman 15-25 m untuk mengetahui kualitas air bersih bagi warga, bantuan kendaraan operasional untuk kelurahan se-Bantar Gebang.

"Itu semua nihil dan tidak dikerjakan oleh DKI Jakarta. Termasuk obat-obatan bagi warga yang hanya sekali dilakukan. Dan itu semua tidak dibebankan pengelola melainkan tugas dan kewajiban DKI Jakarta," kata Aryanto.

Yang paling parahnya lagi, kata Aryanto, sesuai pasal 4 huruf G dan H yang isinya, mencuci dan membersihkan setiap kendaraan truk sampah yang keluar dari TPST dan mengelola air pencucian kendaraan angkutan sampah agar tidak mencemari lingkungan sekitar.

"Ini dari awal perjanjian tidak dilakukan dan bukan beban pengelola melainkan DKI Jakarta. Satu lagi soal jam operasional truk sampah," kata Aryanto.

Selain itu juga, soal kewajiban DKI jakarta dalam kompensasi community development sebesar 20 persen yang mestinya jadi kewajiban DKI Jakarta ternyata ditalangi oleh PT Godang Tua Jaya sejak 2009 untuk mengisi kas daerah Kota Bekasi sesuai jumlah muatan sampah yang masuk ke TPST.

"Persoalannya sampai saat ini kami sendiri tak tahu berada jumlah muatan sampah itu, apakah sesuai yang diberikan DKI Jakarta pada Kota Bekasi atau kurang. Ini yang nantinya kami tanyakan kepada DKI Jakarta," katanya.

Terkait perjanjian dengan PT Godang Tua Jaya, Aryanto menegaskan, tak ada urusannya Kota Bekasi dengan PT GTJ. Kalaupun ada, PT GTJ memiliki perjanjian dengan DKI Jakarta. "PT GTJ kami undang untuk meluruskan kewajiban DKI Jakarta yang infonya dikerjakan oleh mereka," ujarnya.

Sementara, PT GTJ mengerjakan kewajibannya mereka dan seluruh laporan itu diserahkan ke DKI Jakarta yakni pembuatan buffer zone yang merupakan hak Kota Bekasi yang jadi tanggung jawab DKI Jakarta dan diserahkan ke PT GTJ diakui telah dikerjakan.

"PT GTJ mengklaim telah melakukan semua kewajibannya dan laporan langsung diberikan DKI Jakarta. Selebihnya, kami pun menunggu pertemuan dengan DKI yang akan dilakukan pada Rabu, depan," kata dia.

Direktur Utama PT Godang Tua Jaya, Rekson Sitorus, pun membenarkan, terkait pembuatan buffer zone yang diminta kota Bekasi diserahkan kepada pihaknya dan dikerjakan. Namun, dengan alasan banyak pemulung akhirnya buffer zone itu tertumpuk sampah. "Kami laporkan semua ke DKI Jakarta," katanya.

Diakui Rekson, kewajiban dan tanggungjawab pihaknya mengelola sampah dianggap sudah dilakukan walaupun ada beberapa hal yang tak terlaksana terkait kerjasama investasi dengan DKI Jakarta. "Kami sudah lakukan apapun yang menjadi kewajiban kami sesuai kontrak. Walaupun ada beberapa hal yang memang belum dikerjakan," ucap dia.

Terkait soal pemutusan kontrak yang akan dilakukan DKI Jakarta dan akan swakelola TPST Bantargebang, Rekson mengaku semua masih dalam proses dan belum diputuskan. Namun, harapan dirinya sebagai pengelola ingin kontrak diakhiri dengan waktu yang disepakati.

"Harapan kami kontrak berakhir dengan waktu yang disepakati. Saat ini masih dalam proses belum disepakati," ujarnya.

Kontrak Pengelolaan Sampah DKI dan Bekasi Mangkrak