LBH APIK: Jangan Istimewakan Anggota DPR Penyiksa PRT
Senin, 5 Oktober 2015 - 22:37 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Joseph Angkasa
VIVA.co.id
- Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta, mendesak kasus kekerasan yang dilakukan anggota DPR, IH, pada asisten rumah tangga berinisial T, segera diselesaikan tanpa intervensi dari pihak mana pun.
IH diketahui merupakan anggota DPR Fraksi PPP dan anak dari mantan wakil presiden di Indonesia. Saat ini, kasus kekerasan terhadap T masih menunggu keterangan dari IH selaku terlapor di Polda Metro Jaya.
Kuasa hukum korban dari LBH APIK, Uli Pangaribuan yang ditemui di kantor LBH APIK di Kramat Jati, pada Senin, 5 Oktober 2015, mengatakan, kasus kekerasan ini termasuk tindak pidana khusus. Uli berpendapat, IH dianggap tidak kebal hukum dan tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Kami meminta negara memberikan perlindungan bagi T sebagai perempuan korban kekerasan. Jangan sampai ada intervensi hanya karena terlapornya merupakan anggota DPR," kata Uli.
Usai melaporkan kasus ini pada 30 September lalu, Uli mengaku pihaknya kemudian didatangi oknum dari kepolisian dan keluarga pelaku pada Sabtu pekan lalu.
Uli mengatakan, mereka meminta keterangan terkait keberadaan korban saat ini. Namun Uli menegaskan, korban saat ini sudah berada di tempat yang aman.
"Mereka juga minta keterangan kegiatan di LBH APIK ini apa saja. Sempat juga mengancam, ini kan kasusnya melibatkan anak mantan wakil presiden, kalau bisa diberi privilege gitu," tuturnya.
Menurut Uli, IH juga sempat membuat bantahan soal luka lebam yang dialami T. Dia menyebut luka itu disebabkan karena jatuh.
Disebutkan pula, T kabur bukan karena mendapat perlakuan kekerasan. Namun, memang sudah tidak bekerja di apartemen yang dihuni IH di kawasan Jakarta Pusat.
Padahal, dari hasil visum yang telah dilakukan di RS Polri Kramat Jati, kata Uli, T mengalami luka robek di bagian kepala, luka di bagian telinga, luka di bagian gigi dan rahang, serta sejumlah luka lebam di kedua lengan.
Dari pengakuan T yang mengasuh anak pertama IH, dia diduga kerap menerima perlakuan kasar dari IH. "Kalau anak yang diasuh T itu sampai menangis, maka dia diancam akan dipukul lagi," Uli menambahkan.
Selain T, di apartemen yang dihuni IH dan istrinya itu ternyata masih ada dua PRT lagi yakni E dan R yang mengasuh anak kedua dari IH. Mereka juga mendapatkan perlakuan kasar bahkan tidak diizinkan untuk berkomunikasi satu sama lain.
"Kalau ketahuan ngobrol sedikit saja langsung dipukuli. Bahkan ponsel, KTP dan dompetnya juga diambil sama IH," kata Uli.
Akhirnya T berhasil kabur dengan memanjat melalui tembok luar apartemen dan naik commuter line yang melintasi jurusan Tanah Abang-Manggarai pada 30 September lalu. Beruntung saat di kereta, T bertemu dengan salah satu staf LBH APIK yang melihatnya menangis karena trauma ketakutan.
Staf LBH APIK, Feni Siregar menuturkan, saat itu ia baru akan berangkat kerja dan tak sengaja bertemu dengan T di gerbong perempuan saat di Stasiun Manggarai.
"Dia teriak-teriak sambil nangis ketakutan, badannya sudah lebam semua," ucapnya.
Saat ditemukan, T tidak membawa barang apa pun. Dia hanya membawa uang Rp270 ribu dari hasil yang dikumpulkan penumpang di dalam gerbong tersebut. Feni pun langsung mendekati T dan mendampinginya untuk melaporkan kasus ini ke polisi.
"Semoga kasus ini bisa segera diproses secara adil," tuturnya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Menurut Uli, IH juga sempat membuat bantahan soal luka lebam yang dialami T. Dia menyebut luka itu disebabkan karena jatuh.