Ahok Minta Jaksa Tahan PNS DKI yang Jadi Tersangka Korupsi
- iStock
VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, memuji langkah Kejaksaan Agung menetapkan Pemerintah Provinsi DKI sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindakan korupsi dana swakelola di Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat.
Tak hanya ditetapkan sebagai tersangka, Ahok, sapaan akrab Basuki mengatakan Kejagung seharusnya segera melakukan penahanan terhadap yang diduga menjadi otak dari tindakan korupsi yang diketahui terjadi pada tahun anggaran 2013 itu.
"Supaya mereka kapok," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2015.
Meski demikian, Ahok enggan menduga-duga tindakan korupsi di Dinas PU, seperti tindakan korupsi yang terjadi di Dinas Pendidikan, terjadi dengan juga melibatkan oknum anggota DPRD DKI.
Baca juga:
Namun bila penyidikan terus berkembang, Ahok mengatakan, seperti halnya kasus korupsi perangkat UPS, tak tertutup kemungkinan oknum-oknum anggota dewan juga akan ikut terseret.
"(Keterlibatan oknum DPRD) tanya sama Kejagung. Aku mana mungkin campuri urusan penyidik," ujar Ahok.
Kejaksaan Agung pada Senin malam, 10 Agustus 2015, resmi menetapkan tiga orang PNS DKI yang masing-masing berinisial W, MR, dan P, menjadi tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony Spontana mengatakan tersangka berinisial W saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Sistem Aliran Barat Dinas Tata Air Jakarta.
Tersangka berinisial MR, adalah Kepala Bidang Sungai dan Pantai Sistem Aliran Timur Dinas Tata Air Jakarta. Sementara tersangka P, adalah Kasudin Bina Marga Jakarta Barat. Ketiganya diketahui pernah menjabat sebagai Kasudin PU Tata Air Jakarta Barat di periode yang berbeda-beda.
Tony menerangkan ketiganya diduga terlibat dalam penggunaan anggaran swakelola sebesar Rp66.649.311.310 untuk empat kegiatan, yaitu pemeliharaan infrastruktur saluran lokal, pemeliharaan saluran drainase jalan, pengerukan dan perbaikan saluran penghubung, serta refungsionalisasi sungai atau kali dan penghubung.
Pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan pertanggungjawaban laporan kegiatan dan laporan keuangan. Kerugian negara dalam tindak korupsi ini diduga mencapai Rp19.932.825.000.