Tragedi Salah Tangkap, Dedi Kehilangan Anak Selamanya
- writetoreel.com
VIVA.co.id - Begitu miris kejadian yang menimpa Dedi bin Mugeni, 33 tahun. Dia harus menanggung derita atas kesalahan yang tidak dia lakukan.
Dedi menjadi korban salah tangkap Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur dalam sebuah kasus penganiayaan di sekitar Pusat Grosir Cililitan (PGC). Akibatnya tak ringan, dia menerima tindak penganiayaan penyidik, mendekam di penjara sampai kehilangan anak untuk selamanya.
"Anak saya Ibrahim meninggal di usia 3 tahun selama saya di tahanan," kata Dedi kepada tvOne, Jumat, 31 Juli 2015.
Bahkan, saat putranya yang memiliki nama lengkap Muhammad Ibrahim itu meninggal, Dedi tak bisa melihat jenazahnya. Dedi hanya sempat melihat anaknya dalam kondisi sakit ketika menjalani persidangan.
"Saya minta banding (permohonan) jaksa, hakim untuk menjenguk, cuma dapat sejam. Saya melihat anak saya sudah dikubur," ujar dia.
Dedi mengungkapkan, kenyataan dirinya ditangkap dan menjadi tahanan menjadikan mental anaknya terguncang. Kondisi itu kemudian membuat anaknya itu sakit dan akhirnya meninggal. "Kerugian saya sampai saat ini sangat banyak," tutur Dedi.
Pada 18 September 2014 lalu, keributan terjadi di pangkalan ojek di sekitar Pusat Grosir Cililitan (PGC). Dua sopir angkot berkelahi karena berebut penumpang.
Tukang ojek yang ada di pangkalan pun berupaya melerainya. Namun, karena sakit hati, salah satu sopir angkot pulang, dan kembali ke lokasi membawa senjata. Ia pun dikeroyok oleh sejumlah tukang ojek dan sopir angkot lainnya di tempat tersebut. Sopir angkot tersebut tewas dalam peristiwa itu.
Tujuh hari setelahnya, petugas dari Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur mengejar orang yang menewaskan sopir angkot tersebut. Pelaku diketahui bernama Dodi, yang juga sopir angkot. Namun, bukannya menangkap Dodi, polisi justru menangkap Dedi. Padahal, saat kejadian, Dedi sudah pulang ke rumahnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Namun, proses hukum tetap berjalan, dan pria itu divonis bersalah oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ia pun mendekam di Rutan Cipinang.
Kendati demikian, Nurohmah, istri Dedi, tidak menyerah. Ia meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.
Belakangan, hakim Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan banding LBH. Dedi pun dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Melalui rilis No.142/PID/2015/PT.DKI Jo No.1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim, hakim memutuskan bahwa Dedi tidak bersalah, dan tuntutan jaksa penuntut umum dinyatakan tidak sah.