Ahok: PNS yang Didemosi Tak Boleh Jadi Staf
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengubah tindakan yang diberikan kepada para Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Provinsi DKI yang terkena tindakan demosi. Bila sebelumnya para PNS yang diistilahkan terkena sanksi 'penstafan' itu kehilangan tingkatan eselonnya dan kembali menjadi seorang staf, maka pada penerapan kebijakan reformasi birokrasi jilid 2, mereka harus ikut pendidikan dan pelatihan.
"Mereka tidak boleh lagi menjadi staf," ujar Ahok di kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Selasa, 23 Juni 2015.
Selama di Badan Diklat, para PNS itu akan kembali mendapatkan pendidikan dan pelatihan untuk menjadi seorang abdi negara. "Kita ajari otaknya supaya lebih baik lagi," ujar Ahok.
Usai mengikuti pendidikan, para PNS kemudian akan diminta untuk kembali 'melamar' balik ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) asalnya atau ke SKPD lain yang diminati. Cara ini disebutkan Ahok akan membuat para PNS terpacu memperbaiki diri supaya bisa mendapatkan kembali hak Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) Dinamis yang hilang akibat mereka terkena tindakan demosi.
Cara ini juga memungkinkan Pemprov DKI mudah menilai jajaran PNS yang sungguh-sungguh ingin memperbaiki diri, untuk bisa diterima kembali di jenjang karier PNS Pemerintah Provinsi DKI.
"Jadi nanti bisa kelihatan, mana PNS yang laku, dan mana yang tidak laku," ujar Ahok.
Sanksi demosi atau penstafan mulai berlaku sejak Ahok melaksanakan kebijakan reformasi birokrasi di Pemprov DKI pada tanggal 2 Januari 2015. Sanksi itu terutama diterapkan kepada para PNS yang dinilai tidak bisa menunjukkan kinerja yang baik atau terindikasi menyelewengkan anggaran.
Para PNS yang terdemosi, hanya mendapatkan fasilitas gaji pokok yang besarannya hanya berkisar antara Rp2,1 - 3,5 juta per bulan, sesuai jabatan mereka. Para PNS kehilangan TKD yang merupakan komponen terbesar yang berkontribusi terhadap penghasilan 'fantastis' PNS DKI.