Kasus Retno, LBH Ungkap Tujuh Kesalahan Dinas Pendidikan DKI
Minggu, 17 Mei 2015 - 16:40 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Rebecca Reifi Georgina
VIVA.co.id
- Retno Listyarti telah meminta bantuan dari LBH (Lembaga Bantuan Hukum) untuk mencari pembelaan atas tindakannya mangkir dari pekerjaannya saat Ujian Nasional (UN) berlangsung. LBH Jakarta menemukan tujuh kesalahan Dinas Pendidikan DKI atas kasus Retno.
Retno sudah dicabut dari jabatannya sebagai Kepala Sekolah SMAN 3, Jakarta oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta pada 11 Mei 2015 lalu. Namun, tanggal yang tertera pada surat tersebut adalah tanggal 7 Mei 2015. Kemudian, pada tanggal 8 Mei 2015 dilakukan pelantikan kepala sekolah SMAN 3 yang baru.
"Tidak ada atasan atau siapapun yang memberitahu saya mengenai hal ini," ujar Retno saat ditemui di gedung LBH Jakarta, Minggu siang, 17 Mei 2015.
Berikut adalah tujuh poin kesalahan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait kasus Retno menurut LBH Jakarta:
1. Keputusan No. 355/2015 cacat substansi.
Keputusan yang ditujukan kepada Retno sebenarnya memberhentikan dan memindahkan Retno dari Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta. Namun isi keputusannya hanya memberhentikan tanpa memindahkan ibu Retno dari Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta.
2. Keputusan No. 355/2015 bertentangan dengan peraturan kepegawaian.
PP No. 53/2010 menyatakan bahwa seorang PNS baru mendapatkan hukuman disiplin ringan apabila tidak masuk atau melanggar ketentuan jam kerja selama lima hari tanpa alasan yang sah.
Faktanya, Retno tetap berada di lingkungan SMAN 3 Jakarta menjalankan tugas sebagai Kepala Sekolah dan Panitia UN 2015.
3. Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta tidak memberikan kesempatan kepada Retno untuk membela diri.
Pada saat BAP (Berita Acara Pemeriksaan), Retno tidak diberikan kesempatan untuk membela diri. Ada kecenderungan dari Kadisdik DKI untuk memberhentikan Retno dengan segera. Tindakan ini jelas bertentangan dengan asas fair play.
4. Dinas pendidikan tidak memverifikasi tuduhan mereka dengan alat bukti lain.
Pada saat BAP (Berita Acara Pemeriksaan), pihak Disdik DKI tidak menguji tuduhan mereka bahwa Retno tidak masuk pada tanggal 13 April 2015 dengan alat bukti lain seperti kartu kehadiran ataupun sanksi lainnya. Hal ini jelas bahwa Disdik DKI tidak mempertimbangkan informasi lain secara lengkap dan utuh dalam menjatuhkan hukuman disiplin terhadap ibu Retno.
5. Dinas Pendidikan tidak proporsional dalam menjatuhkan hukuman.
Dinas dalam menjatuhkan hukuman seharusnya merujuk pada peraturan perundangan tentang disiplin kepegawaian.
Faktanya, Dinas Pendidikan malah menjatuhkan hukuman di luar dari proporsi hukuman sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Undang-undang.
6. Dinas tidak transparan dalam menjatuhkan hukuman terhadap Retno.
Pada saat menjatuhkan hukuman, Dinas tidak memberitahukan sebelumnya kepada Retno. Bahkan Retno baru mengetahui hukuman tersebut ketika kepala sekolah SMAN 3 Jakarta yang baru dilantik, dan pada saat serah terima jabatan.
7. Dinas menyatakan bahwa Retno lebih mementingkan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Retno dianggap lebih mementingkan kepentingan FSGI ketika mengikuti wawancara oleh tvOne di SMAN 2 Jakarta.
Faktanya, hadirnya Retno di SMAN 2 Jakata bukan hanya kepentingan FSGI melainkan untuk kepentingan pendidikan di Jakarta.
Berikut adalah tujuh poin kesalahan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait kasus Retno menurut LBH Jakarta:
1. Keputusan No. 355/2015 cacat substansi.
Keputusan yang ditujukan kepada Retno sebenarnya memberhentikan dan memindahkan Retno dari Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta. Namun isi keputusannya hanya memberhentikan tanpa memindahkan ibu Retno dari Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta.
2. Keputusan No. 355/2015 bertentangan dengan peraturan kepegawaian.
PP No. 53/2010 menyatakan bahwa seorang PNS baru mendapatkan hukuman disiplin ringan apabila tidak masuk atau melanggar ketentuan jam kerja selama lima hari tanpa alasan yang sah.
Faktanya, Retno tetap berada di lingkungan SMAN 3 Jakarta menjalankan tugas sebagai Kepala Sekolah dan Panitia UN 2015.
3. Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta tidak memberikan kesempatan kepada Retno untuk membela diri.
Pada saat BAP (Berita Acara Pemeriksaan), Retno tidak diberikan kesempatan untuk membela diri. Ada kecenderungan dari Kadisdik DKI untuk memberhentikan Retno dengan segera. Tindakan ini jelas bertentangan dengan asas fair play.
4. Dinas pendidikan tidak memverifikasi tuduhan mereka dengan alat bukti lain.
Pada saat BAP (Berita Acara Pemeriksaan), pihak Disdik DKI tidak menguji tuduhan mereka bahwa Retno tidak masuk pada tanggal 13 April 2015 dengan alat bukti lain seperti kartu kehadiran ataupun sanksi lainnya. Hal ini jelas bahwa Disdik DKI tidak mempertimbangkan informasi lain secara lengkap dan utuh dalam menjatuhkan hukuman disiplin terhadap ibu Retno.
5. Dinas Pendidikan tidak proporsional dalam menjatuhkan hukuman.
Dinas dalam menjatuhkan hukuman seharusnya merujuk pada peraturan perundangan tentang disiplin kepegawaian.
Faktanya, Dinas Pendidikan malah menjatuhkan hukuman di luar dari proporsi hukuman sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Undang-undang.
6. Dinas tidak transparan dalam menjatuhkan hukuman terhadap Retno.
Pada saat menjatuhkan hukuman, Dinas tidak memberitahukan sebelumnya kepada Retno. Bahkan Retno baru mengetahui hukuman tersebut ketika kepala sekolah SMAN 3 Jakarta yang baru dilantik, dan pada saat serah terima jabatan.
7. Dinas menyatakan bahwa Retno lebih mementingkan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Retno dianggap lebih mementingkan kepentingan FSGI ketika mengikuti wawancara oleh tvOne di SMAN 2 Jakarta.
Faktanya, hadirnya Retno di SMAN 2 Jakata bukan hanya kepentingan FSGI melainkan untuk kepentingan pendidikan di Jakarta.
Baca Juga :
Kasus Retno, Disdik DKI Akan Ajukan Banding
PTUN memenangkan gugatan mantan Kepala Sekolah SMAN 3, Retno Listyarti
VIVA.co.id
7 Januari 2016
Baca Juga :