Nyai Gan Djie, Kapitan China Batavia Perempuan
- Wikipedia
Di Gresik, Ia membantu kakaknya berdagang hasil bumi. Beberapa tahun kemudian Gan Djie menjadi saudagar besar di Gresik. Ia lalu pindah ke Batavia atas saran dari kerabatnya.
Kira-kira pada 1659 Gan Djie pindah ke Batavia dan tinggal di sebuah rumah di jalan yang sekarang disebut Patekoan. Di Batavia ia berniaga hasil bumi. Karena sifatnya yang baik dan suka menolong, maka dalam waktu singkat ia menjadi salah seorang terkemuka di tempat pemungkimannya yang baru.
Berhubung usianya yang sudah lanjut, pada 1663 Kapiten der Chineezen Phoa Beng Gam, mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Gouverneur General Joan Maetsuyker. Sebagai penggantinya ia mengusulkan Gan Djie yang dikenalnya dengan baik. Usul itu diterima.
“Pengangkatan Gan Djie sebagai Kapitein der Chineezen adalah karena jasanya menolong dan merawat anak Joan Maetsuyker yang terpisah secara tidak sengaja,”ujarnya.
Tak disangka di kemudian hari Joan Maetsuyker diangkat menjadi Gouverneur General Hindia Belanda (1653). Sebagai balas budi terhadap tuan dan nyonya Gan Djie, kemudian dia mengangkat Gan Djie sebagai Kapitein “bangsa” Tionghoa. Maka sejak 10 April 1663 Gan Djie diangkat menjadi Kapitein der Chineezen ketiga. Karena kesibukannya, pekerjaan tersebut turut dibantu oleh istrinya.
Pada tahun 1666, setelah memangku jabatannya selama tiga tahun, Kapitein Gan Djie wafat. Jenazahnya dimakamkan di Molenvliet Oost – kini Hayam Wuruk – dengan upacara yang cukup megah. Usahanya dilanjutkan oleh putranya Gan Hoo Hoat.
Lantaran sulit memperoleh penggantinya, maka pemerintah meminta Nyai Gan Djie menggantikan jabatan almarhum suaminya hingga nanti pemerintah mengangkat orang lain.
Pada tahun 1678, setelah 12 tahun memangku jabatannya, karena merasa dia sudah tua, Nyai Gan Djie mengajukan surat pengunduran diri dari kedudukannya sebagai Waarnemend Kapitein Tionghoa. Pengunduran itu diterima baik oleh pemerintahan. Kepadanya diserahkan surat penghargaan dari pemerintah.
Sebagai gantinya pemerintah mengangkat Tjoa Hoan Giok sebagai Kapitein der Chineezen keempat ( masa jabatan 1678-1685 ). Secara resmi ia mulai memangku jabatannya pada 14 Juni 1678.
Ketika orang Tionghoa semakin banyak di Batavia, Belanda mengangkat seorang mayor, yang membawahi kapiten dan letnan. Khouw Kim An adalah mayor Cina terakhir. Karena sejak masa pendudukan Jepang (1942-1945) jabatan ini dihapuskan.
“Sampai awal 1990'an kita masih menjumpai bekas kediaman Khouw di Jalan Gajah Mada, sekitar 100 meter dari pusat perdagangan Glodok. Tapi kini, rumah tersebut tertutup oleh pencakar langit yang dibangun Modern Group. Keluarga Khouw sebagai layaknya Mayor China, mempunyai gedung-gedung di dekat tempat kediamannya,”jelasnya.
Para kapiten dan mayor China itu, yang mengawasi masyarakatnya hidup laksana raja-raja Mandarin. Mereka jadi perantara dalam menerima uang pajak seperti jalinan rambut panjang, pajak kuku panjang (sebagai tanda orang yang santai), sumbangan untuk pembangunan jalan, jembatan, dan kanal. Belanda sendiri menjadi heran terhadap kemajuan mereka.
“Seperti di Batavia mereka punya rumah sakit sendiri sama besarnya dengan rumah sakit yang dibangun Belanda. Memiliki sekolah-sekolah yang lebih baik dari milik Belanda dan dalam jumlah yang lebih besar. Ada pula rumah penampungan orang miskin, dan tentu saja kuil-kuil, balai-balai pertemuan, teater, restoran, dan rumah-rumah perjudian serta bordil.