Kisah Berbeda Si Pitung, Jagoan Betawi dari Rawa Belong (1)
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
Ketika menginjak usia sekitar 8 tahun, Pitung mengalami kepahitan hidup. Kala itu, kedua orang tuannya bercerai, karena sang ibu menolak untuk dimadu. Akhirnya Pitung kecil ikut ibunya kembali ke Rawa Belong, sedangkan ayahnya tetap tinggal di Cikoneng bersama istri mudanya. Dijelaskan juga, bahwa ayah Pitung bekerja pada seorang tuan tanah di Cikoneng.
Konon, setelah tinggal bersama ibunya di Rawa Belong, untuk membantu perekonomian sang ibu, Pitung kecil bekerja sebagai pengembala kambing, milik kakeknya. Setelah usianya kira-kira 14 tahun, oleh sang kakek, Pitung diberi kepercayaan untuk menjual kambingnya di pasar Kebayoran. Pada suatu ketika, sesaat setelah Pitung kembali dari pasar usai menjual kambing, ia dirampok.
Karena takut dimarahi oleh sang kakek berikut ibunya, ia tidak berani pulang ke rumah. Pitung lalu mengembara, berkelana menempa diri. Dalam dadanya bergelora semangat untuk memusnahkan segala bentuk kekerasan dan ketidakadilan.
Setelah peristiwa ia dirampok selanjutnya ia lari dari rumah untuk mengembara. Dalam pengembaraannya, kemudian sampailah Pitung di sebuah kampung yang bernama Kemayoran, Jakarta Pusat. Di kampung ini, ia bertemu dengan Guru H. Naipin, seorang kiai ahli thariqat yang pandai bermain silat. Selanjutnya, Pitung pun belajar pada H.Naipin, kira-kira selama 6 tahun.
Haji Naipin bersahabat dengan Muhammad Bakir, seorang pengarang Betawi terkemuka pada akhir abad XII.
Dikisahkan juga, sebagai penulis, karya-karya Muhammad Bakir tersimpan di sejumlah museum terkemuka di dunia, di antaranya: di St Piterbruck (Rusia), London (Inggris), serta di beberapa museum lainnya di Negara Belanda. Dari titik inilah H.Naipin lalu membangun jaringan Jembatan Lima—sekarang masuk wilayah Jakarta Barat.Â
Jaringan itu di bawah kepemimpinan Bang Sairin, di kampung inilah segala gagasan pemberontakan dan perlawanan terhadap Belanda, digelorakan. Namun, dijelaskan juga bahwa sejak abad X jaringan tersebut sudah dirancang, hanya saja, mengemukanya sejak abad XII. Jaringan Jembatan Lima, sebelumnya dipimpin oleh Cing Sadullah, ia juga seorang pengarang asli Betawi yang cukup terkenal di zamannya. Bersambung.
Laporan Dody Handoko
![vivamore="Baca Juga :"]
[/vivamore]
Â