Cerita Mantan Napi dari Balik Jeruji Salemba
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Seorang mantan narapidana Rutan Salemba, Syarifudin S. Pane, mengungkapkan bagaimana kehidupan di dalam penjara. Mulai dari harga 'kamar' yang mencapai Rp30 juta, sampai praktik prostitusi. Semua ia abadikan dalam video.
Warga Jalan Pintu 2 TMII, Makasar, Jakarta Timur, ini mendekam di Rutan Salemba pada 2008 selama 4 bulan atas kasus pemalsuan dokumen visa Amerika Serikat.
Pria yang berprofesi sebagai pengusaha di bidang ekspor impor ini mengaku merekam semua aktivitas napi di dalam rutan.
Untuk merekamnyam Syarif mengaku menggunakan ponsel pribadi. "Durasinya sekitar 20 menitan, terpenggal-penggal menjadi 25 potongan," ujar Syarifudin Kepada VIVAnews.com.
Syarif mengungkapkan adanya kesenjangan antara tahanan 'berduit' dan tahanan miskin.
"Untuk tahanan yang tidak mampu bayar mereka hanya dikasih makan nasi pera, ikan asin. Dikasihkannya pun dilempar begitu saja seperti memberi makan hewan," ujarnya.
Namun untuk narapidana koruptor dan mempunyai banyak uang, mereka bisa makan enak dengan membeli makanan di restoran yang telah disediakan di dalam Rutan.
"Di sana ada restoran milik oknum sipir penjara. Mereka yang punya uang bisa makan enak di sana," ucapnya.
Ketika menjadi penghuni Rutan Salemba, dia menempati ruang Blok K yang khusus dihuni para napi kasus korupsi. Dari mulai pejabat pemerintah sampai pejabat swasta yang tersangkut kasus korupsi.
Menurutnya, untuk menghuni di blok tersebut, napi harus membayar sebesar Rp 30 juta. Ditambah uang keamanan kebersihan dan lain-lainnya kepada oknum sipir penjara.
"Harganya Rp30 juta. Fasilitas yang didapat berupa lemari es, televisi, tempat tidur alga, dan dispenser. Selain itu juga ada ruang karaoke. Setiap saat napi bisa bernyanyi-nyanyi," kata dia.
Bagi Napi yang tidak mampu membayar dengan tarif mahal, Rutan juga menyediakan 'paket ekonomis' dengan hanya membayar sebesar Rp3 juta per blok namun dengan fasilitas seadanya.
"Yang Rp3 juta berada di balik jeruji besi, makan seadanya dan satu ruangan untuk 12 orang," ujar Syarifudin.
Selain fasilitas kamar yang mumpuni untuk napi, Rutan Salemba menurut Syarif juga melegalkan praktik prostitusi di dalam kawasan rutan. Bahkan kamar dan PSK disediakan oknum sipir dengan tarif yang bervariasi.
"Kalau perempuannya ada yang didatangkan dari luar, ada yang dari dalam. Semua disediakan oleh oknum sipir," ucap dia.
Kamar yang digunakan untuk praktik prostitusi ini pun disewakan kepada napi, dengan tarif beragam, sesuai dengan fasilitas yang didapat.
"Untuk kamar dengan fasilitas tempat tidur dihargai per setengah jam Rp500 ribu. Kalau sehari Rp2,5 juta. Yang ingin di toilet per 20 menit dihargai Rp50 ribu," ujar Syarif.
Selain merekam kegiatan itu, Syarif juga mengabadikan bagaimana para napi bermain judi yang difasilitasi oleh oknum sipir. "Salah satu aktivitas rutinnya bermain judi koprok, itu sudah biasa," ucapnya.
Syarif mengatakan, aktivitas menyimpang yang ia abadikan ini sudah bukan menjadi rahasia lagi dikarenakan sudah berlangsung lama. "Ini bukan lagi jadi rahasia umum, tapi sesuatu yang biasa, dan sudah terjadi sejak rutan ini didirikan," kata dia.
Ketika membeberkan fakta yang terjadi ini, Syarif mengaku belum mendapatkan ancaman dari pihak manapun. Namun dirinya mengaku tidak takut. "Untuk apa saya takut kalau apa yang saya lakukan ini benar," ujar Syarif. (eh)