Perbedaan MRT dan Bus Terowongan

Salah satu moda MRT di Malaysia
Sumber :
  • panoramio.com

VIVAnews - Pemerintah DKI Jakarta akan membangun mass rapid transit (MRT), salah satu moda transportasi massal untuk mengatasi kemacetan. Saat ini, proyek MRT tengah memasuki tender fisik.

Rencananya pembangunan fisik proyek MRT akan dimulai tahun 2012. Di tengah rencana pembangunan MRT, investor dari China menawarkan bus terowongan -sebelumnya bus mengangkang- sebagai salah satu konsep transportasi massal antimacet. Bus terowongan ini diciptakan oleh Shenzhen Huashi Future.

Lalu apa yang membedakan bus-terowongan dan MRT ini. Silakan lihat detilnya:

MRT rute Lebakbulus-Bundaran HI

Masa pengerjaan : 4 tahun
Investasi     : Rp15 triliun
Energi        : Listrik
Rangkaian    : 6 gerbong
Kapasitas    : 1.500 orang sekali jalan
Infrastruktur    : rel kereta
Kecepatan    : 110 Km/jam
Tarif        : Rp12.000
Transit        : Stasiun
Negara pembuat    : Jepang
Pembiayaan    : Pinjaman JICA

Bus Terowongan
Masa pengerjaan    : 1 tahun
Investasi    : Rp675 miliar
Rangkaian    : 4 gerbong
Kapasitas    : 1.400 orang sekali jalan
Infrastruktur    : rel dan roda
Kecepatan    : 80 Km/jam
Tarif        : -
Transit        : Halte
Negara pembuat    : China
Pembiayaan    : -

DKI Jakarta membangun MRT dengan dukungan dana dari Jepang melalui Japan International Coorporation Agency (JICA). Proyek angkutan massal ini akan dikerjakan selama hampir lima tahun, dimulai Januari 2012 - Oktober 2016.

Akan ada enam stasiun bawah tanah yang terdapat di Masjid Al Azhar, Istora Senayan (Ratu Plaza), Bendungan Hilir, Setia Budi, Dukuh Atas dan Bundaran Hotel Indonesia, serta tujuh stasiun elevated di Lebakbulus, Fatmawati, Cipete Raya, H Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja.

Untuk rute Lebakbulus-HI, biaya yang akan dikeluarkan mencapai 144,322 miliar yen atau sekitar Rp15 triliun. Dana tersebut terbagi menjadi dana porsi pinjaman sebesar 120,017 miliar yen atau hanya sebesar 0,2% dan pembangunannya diambil dari APBN dan APBD sebesar 24,305 miliar yen.

Untuk bus-terowongan, Asisten Bidang Perekonomian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Hasan Basri Saleh menyatakan DKI tak ingin gegabah menerapkan sistem ini karena belum pernah ada moda transportasi massal jenis ini. "Prinsip kami, kalau mau menerapkan teknologi harus yang sudah teruji, misalnya kereta api. Tidak bisa sesuatu yang baru diuji langsung diadopsi begitu saja," ujar Hasan.

Hasan mengatakan, sebagai salah satu negara termacet di dunia, China saat ini tengah mengembangkan konsep bus-terowongan sebagai salah satu solusinya. DKI akan melihat dulu pelaksanannya di China, sebelum mengambil keputusan. (umi)

5 Siswa SMP asal Bogor Raih Juara Pertama Kompetisi AI Robotik Internasional di China