Pj Gubernur Jakarta: Seakan-akan Kami Izinkan Poligami, Sama Sekali Tidak!

PJ Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi (kiri) di Kantor DPRD DKI Jakarta, Selasa, 14 Januari 2025
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Jakarta, VIVA – Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi menegaskan pihaknya bukan mengizinkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk melakukan poligami. Hal tersebut diungkap Teguh merespons peraturan gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.

Pj Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi: Pergub Poligami Buat Lindungi Keluarga ASN

"Bukan justru sebaliknya yang diviralkan adalah seakan-akan kami itu mengizinkan poligami, itu sama sekali tidak ada dalam semangat kami," ujar Teguh kepada wartawan di Jakarta, dikutip Sabtu, 18 Januari 2025.

Di sisi lain, Teguh menegaskan pergub tersebut memiliki tujuan untuk melindungi keluarga Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satu caranya dengan memperketat aturan terkait perkawinan maupun perceraian.

Terpopuler: Bukan Libur tapi Pembelajaran Selama Ramadhan, Pergub DKI Kalau ASN Boleh Poligami

Penjabat Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi.

Photo :
  • ANTARA/Lifia Mawaddah Putri.

"Semangatnya adalah untuk melindungi keluarga ASN, dengan cara apa? Dengan cara memperketat aturan terkait perkawinan maupun perceraian," ujar Teguh.

Deretan Film Bertema Poligami, Siap-siap Menguras Emosi

Kemudian, kata dia, dalam Pergub tersebut terdapat kriteria yang mengatur perkawinan atau perceraian bagi ASN Jakarta. Ia menegaskan Pergub itu juga bermaksud melindungi keluarga ASN.

"Memang kita ingin agar perkawinan, perceraian yang dilakukan oleh ASN di DKI Jakarta itu bisa benar-benar terlaporkan, sehingga itu nanti juga untuk kebaikan. Termasuk juga adalah bagaimana kita melindungi keluarga itu kalau ada perceraian. Melindungi katakanlah misalnya, mantan istrinya dan anak-anaknya, itu kita lindungi," kata Teguh.

Teguh menjelaskan salah satu kriteria ASN yang ingin memiliki istri lebih dari satu atau berpoligami adalah dengan persetujuan atasan. Kemudian, kata dia, atas persetujuan istri dan berpenghasilan cukup.

"Kemudian dengan cara itu ada berbagai kriteria. Ada dengan persetujuan pejabat berwenang, ada persetujuan istri. Kemudian juga harus memang berpenghasilan cukup, itu menjadi salah satu kriteria, tapi bukan menjadi kriteria utama tapi juga harus ada penetapan dari pengadilan," katanya. 

Sebagai informasi, Persyaratan perkawinan dan perceraian yang tertuang dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 lebih rinci dibandingkan PP Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990. 

Dalam PP tersebut, izin beristri lebih dari seorang atau berpoligami dapat diberikan apabila memenuhi persyaratan, yaitu istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan.

Sedangkan, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 4 ayat (1), persyaratan untuk izin beristri lebih dari seorang disebutkan lebih rinci sebagai berikut:

a. alasan yang mendasari perkawinan:

1. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya;
2. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
3. istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan;

b. mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis;

c. mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak;

d. sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak;

e. tidak mengganggu tugas kedinasan; dan

f. memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.

Kemudian, untuk perceraian, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 11, telah tertuang secara rinci alasan yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan izin bercerai, yaitu:

a. salah satu pihak berbuat zina;

b. salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan;

c. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya;

d. salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah Perkawinan berlangsung;

e. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; atau

f. antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya