Kadisbud Jakarta Non Aktif Jadi Tersangka Kasus Korupsi Kegiatan Fiktif

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Jakarta, VIVA — Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.

Pemerintah Sita Uang Rp 6,7 Triliun Selama 3 Bulan Lewat Desk Pencegahan Korupsi

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, mengungkapkan bahwa dua dari tiga tersangka yang ditetapkan tersebut merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di instansi tersebut.

Tersangka pertama adalah Iwan Hendry Wardana, yang menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta non-aktif, yang diduga terlibat dalam skema korupsi tersebut. Tersangka kedua adalah Mohamad Fahirza Maulana, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pemanfaatan di Dinas Kebudayaan.

5 Korporasi jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah, Disuruh Bayar Puluhan Triliun

Sementara itu, tersangka ketiga adalah Gatot Arif Rahmadi, yang berperan sebagai Direktur event organizer (EO) yang digunakan untuk melakukan tindakan fiktif dalam proyek tersebut.

“Para tersangka, yaitu Iwan Hendry Wardana (IHW), Mohamad Fahirza Maulana (MFM), dan Gatot Arif Rahmadi (GAR), telah terbukti terlibat dalam skema manipulasi anggaran dan kegiatan fiktif untuk memperoleh keuntungan pribadi,” ujar Patris di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jakarta Selatan, Kamis 2 Januari 2025.

Pengakuan Menteri HAM Natalius Pigai Tak Punya Istri Selama 13 Tahun, tapi Pacarnya 3

Kejati DKI Jakarta geledah kantor Dinas Kebudayaan Jakarta

Photo :
  • VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon

Modus Operandi

Patris mengungkapkan bahwa dalam kasus ini, para tersangka berkolaborasi untuk memalsukan kegiatan seni dan budaya yang tidak pernah dilaksanakan.

IHW, bersama dengan MFM, menggunakan jasa vendor yang dikelola oleh GAR untuk menyusun kegiatan fiktif yang kemudian diajukan dalam laporan pertanggungjawaban (SPJ). Proses ini dilakukan untuk mencairkan dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan budaya tersebut.

“Dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan seni dan budaya, malah dialihkan. Setelah dana tersebut dicairkan dan masuk ke rekening sanggar fiktif atau nama-nama sanggar yang digunakan dalam laporan, uang tersebut kemudian ditarik kembali oleh GAR dan disalurkan ke rekening pribadinya. Uang itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi tersangka IHW dan MFM,” lanjut Patris.

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta juga telah melakukan penahanan terhadap salah satu tersangka, Gatot Arif Rahmadi. GAR ditahan di Rumah Tahanan Negara Cipinang selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

“GAR telah ditahan selama 20 hari di Rutan Cipinang untuk mempermudah proses penyidikan dan pengumpulan bukti lebih lanjut. Kami berharap dapat mengungkap lebih banyak fakta terkait dugaan korupsi ini,” kata Patris.

Sementara itu, tersangka Iwan Hendry Wardana (IHW) dan Mohamad Fahirza Maulana (MFM) belum hadir dalam pemeriksaan lanjutan. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan bahwa jika kedua tersangka tersebut kembali absen, mereka akan dijemput paksa untuk diperiksa sebagai bagian dari proses hukum yang sedang berjalan.

“Penyidik akan melakukan pemanggilan ulang terhadap IHW dan MFM, dan jika keduanya tidak kooperatif, langkah jemput paksa akan diambil. Kami berharap para tersangka segera menyerahkan diri untuk mempercepat proses hukum,” tegas Patris.

Kasus korupsi ini menambah daftar panjang dugaan penyalahgunaan dana publik yang melibatkan pejabat pemerintah di Indonesia. 

Kejaksaan DKI Jakarta berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan efek jera bagi siapa pun yang mencoba melakukan korupsi dengan menggunakan dana negara. Masyarakat pun menantikan perkembangan selanjutnya dengan harapan agar proses hukum berjalan transparan dan adil.

Kasus ini juga menjadi peringatan akan pentingnya sistem pengawasan yang lebih ketat terhadap proyek-proyek pemerintah yang melibatkan dana publik. Keterlibatan sejumlah pihak dalam praktik kecurangan semacam ini mengindikasikan adanya kelemahan dalam mekanisme pengawasan internal di pemerintahan yang perlu segera diperbaiki.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya