Bukan PLTU Libur, Angin 'Tak Punya KTP' Jadi Penyebab Langit Jakarta Bersih Setara Vancouver

Langit Jakarta tampak bersih awan terlihat biru, 4/12
Sumber :
  • X @pratiwiaryanti

Jakarta, VIVA — Belakangan ini, kualitas udara di Jakarta menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan. Hal ini terlihat dari sejumlah unggahan di media sosial yang menampilkan langit Jakarta tampak bersih, hingga terlihat jelas pemandangan Gunung Gede Pangrango di kejauhan. 

BMKG Wanti-wanti Banjir Parah di Jabodetabek Tahun 2020 Terulang Kembali

Fenomena ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk ahli meteorologi dan lingkungan.

Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto, menyebutkan bahwa perbaikan kualitas udara ini salah satunya dipengaruhi oleh masuknya musim hujan. Hujan memiliki peran besar dalam membersihkan udara dari polusi.

Fenomena Angin Kencang Melanda Jakarta, BMKG Ungkap Pemicunya

“Saat hujan turun, salah satu sumber polusi, seperti kendaraan bermotor, cenderung berkurang. Kendaraan tidak banyak beroperasi, sehingga emisi yang dihasilkan menurun,” ungkap Guswanto dalam keterangannya pada Kamis, 5 Desember.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hujan membantu mencuci udara. Partikel-partikel polusi serta gas yang mencemari atmosfer terbawa turun ke permukaan bumi bersama tetesan air hujan. Dengan demikian, intensitas hujan yang tinggi membantu mengurangi kepekatan polutan di udara.

Waspada Gelombang Tinggi, ASDP Imbau Penumpang Atur Jadwal Penyeberangan Merak-Bakauheni

Selain curah hujan, pergerakan angin juga memainkan peran penting. Menurut Guswanto, angin saat ini cukup aktif sehingga membantu mencairkan konsentrasi polusi udara, baik berupa partikel maupun gas. 

Dengan adanya angin, partikel-partikel polutan terdispersi ke wilayah yang lebih luas, sehingga mengurangi kepekatan polusi di satu tempat tertentu. 

Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Sarjoko, mengungkapkan bahwa berdasarkan data pengukuran, konsentrasi partikel udara halus PM2.5 dalam dua minggu terakhir berada di bawah ambang batas baku mutu udara ambien (BMUA) <10 (setara kota-kota berudara paling bersih di dunia).

Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas udara semakin baik, menempatkan Jakarta sejajar dengan beberapa kota di negara-negara maju yang miliki udara bersih, seperti Vancouver, Melbourne, Sydney, Helsinki, Birmingham, dan lain-lain.

“Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena kita sudah memasuki musim penghujan. Hujan yang turun dengan intensitas tinggi berperan besar dalam mengurangi jumlah polutan di udara,” jelas Sarjoko.

Ia juga menyoroti bahwa curah hujan cukup tinggi, terutama di wilayah seperti Jagakarsa dan Lubang Buaya. Selain itu, kecepatan angin di beberapa area turut meningkat dalam beberapa hari terakhir. Kombinasi antara hujan deras dan angin kencang ini mempercepat proses deposisi atau penurunan partikel polutan ke tanah.

Dalam kurun waktu dua minggu terakhir, data menunjukkan adanya peningkatan curah hujan dan kecepatan angin yang signifikan. Hal ini berdampak langsung pada proses pembersihan atmosfer dari partikel-partikel halus seperti PM2.5, yang biasanya menjadi salah satu indikator utama pencemaran udara.

“Dengan curah hujan tinggi dan kecepatan angin yang meningkat, polutan di udara, khususnya partikulat, dapat terurai lebih cepat. Ini sangat membantu dalam memperbaiki kualitas udara Jakarta,” tambah Sarjoko.

Angka ini menempatkan Jakarta sejajar dengan beberapa kota di negara-negara maju yang miliki udara terbersih, seperti Vancouver, Melbourne, Sydney, Helsinki, Birmingham, dan lain-lain.

Meskipun perbaikan kualitas udara ini membawa angin segar bagi warga Jakarta, pemerintah dan masyarakat tetap diingatkan untuk tidak bergantung sepenuhnya pada faktor alam. 

Langkah-langkah strategis, seperti pengurangan emisi kendaraan bermotor, peningkatan ruang terbuka hijau, dan pengendalian sumber polusi lainnya, harus terus diupayakan agar kualitas udara tetap terjaga dalam jangka panjang.

Dengan fenomena ini, Jakarta menunjukkan bahwa udara bersih bukanlah hal yang mustahil, terutama dengan dukungan alam dan upaya kolektif semua pihak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya