Sosialisasi dan Edukasi jadi Kunci Transaksi Lewat Digital Seperti di Jabodetabek

Praktisi IT dan Dirut PT TDC Indra Presentasi Pengunaan Poskulite
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Diperlukan sosialisasi dan edukasi yang lebih gencar lagi, kepada kelompok masyarakat untuk beralih dengan menggunakan digital dalam transaksi yang mereka lakukan.

Bos Amman Gelontorkan Rp 13,58 Miliar Borong Saham AMMN di Harga Bawah

Terutama di kalangan para pedagang di wilayah Jakarta hingga Bodetabek. Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) dan Perusahaan digital PT Trans Digital Cemerlang (TDC), meyakini perlu mendorong edukasi dan sosialisasi tersebut.

Ketua Umum Asparindo Y. Joko Setiyanto, menilai belum efektifnya sosialisasi hingga masyarakat bawah. Maka dari itu, penggunaan transaksi digital seperti QRIS dari pedagang di Jabodetabek pun masih sedikit.

Sosialisasi di Kalangan UMKM Harus Lebih Maksimal

"Kalau menyasar masyarakat bawah harus disosialisasikan lebih detail. Di Jabodetabek saja yang menggunakan baru berapa," ujar Joko saat dihubungi, dikutip Kamis 19 September 2024.

Catatan pihaknya, ada beberapa kendala bagi pedagang tradisional menggunakan digital ini. Seperti mereka masih awam dalam penggunaan teknologi. Untuk itu, sosialisasi dan edukasi jadi salah satu hal yang krusial.

Bukan Bitcoin, Volume Transaksi Koin Meme Ini Mencapai 60,9 Miliar Token

"Pemerintah jangan terlalu elitis cara penyampaiannya. Sosialisasi secara terus menerus perlu dilakukan. Kalau pedagang melihat QRIS kan kayak gambar kumpulan cacing," kata Joko.

Sosialisasi yang benar adalah dengan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pedagang pasar. Menurutnya, asosiasi atau organisasi juga perlu dilibatkan sehingga kelompok-kelompok tertentu mau mendengarkan pesan yang disampaikan.

"Pelu digaungkan terus penggunaan transaksi digital. Asparindo siap mendukung supaya masyarakat memahami penggunaan transaksi digital maupun QRIS," jelas Joko.

Direktur Utama PT TDC, Indra, menyakini sosialisasi dan edukasi terus dilakukan oleh seluruh stakeholder seperti Bank Indonesia, ASPI, Fintech dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang digital. 

“Sosialisasi itu jalan terus dari semua stakeholder, termasuk kami saat sosialisasi Poskulite sebagai penyedia QRIS. Persoalan yang muncul saat sosialisasi itu pasti ada seperti gagap teknologi, kekwatiran penipuan dan lainya, tapi bertahap persoalan itu selesai setelah mendapatkan penjelasan yang detail,” jelasnya.

Dia sependapat, bila sosialisasi yang dilakukan harus tepat dengan kata-kata yang gampang dipahami. Berhasilnya kebijakan itu pada dasarnya apabila masyarakat mampu menyerapanya secara utuh dan menggunakan dengan benar.

“Ya memang harus mengunakan bahasa pasar, dan benar itu, melibatkan organisasi yang konsen perkembangan para pedagang. Saat sosialisasi Poskulite sebagai penyedia QRIS kami libatkan Tamado grup di Sumut, dan kerjasama dengan IKAPPI di Bali” ujarnya.

Jelas dia, seperti Posku Lite punya keinginan menghapuskan pandangan kalau aplikasi kasir itu sulit dan mahal bagi pemula. Indra mengakui masih minimnya wawasan dan literasi yang ada, membuat mereka masih takut menggunakan aplikasi digital tersebut.

Padahal, aplikasi kasir digital punya banyak manfaat. Seperti pencatatan transaksi, arus keluar masuk barang atau uang dalam menjalankan bisnis lebih aman dan terpercaya.

Dalam kesempatan ini, Indra  menyarankan perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang Manajemen Mutu, ISO 37001:2016 Tentang Sistem Manajemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang Sistem Keamanan Informasi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya