Anak Eks Menteri Soeharto Meninggal Dunia saat Rumahnya Dieksekusi Pengadilan
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Rasich Hanif, seorang warga yang merupakan putra dari Menteri Pekerjaan Umum di era Presiden Soeharto, Radinal Mochtar, meninggal dunia setelah terlibat bentrok dengan petugas saat eksekusi rumahnya di Jalan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.Â
Peristiwa tragis ini terjadi saat Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan melaksanakan perintah eksekusi.
Menurut keterangan Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto, Hanif mengalami cekcok dengan petugas juru sita selama proses eksekusi. Hanif mendadak terkulai lemas dan dilarikan ke Rumah Sakit Mayapada, namun nyawanya tidak tertolong.
"Ketika kondisi almarhum semakin memburuk, dia segera dibawa ke RS Mayapada. Sayangnya, nyawanya tidak tertolong," kata Djuyamto dalam pernyataan yang diterima pada Minggu, 15 September 2024.
Djuyamto menegaskan bahwa Hanif meninggal dunia bukan akibat bentrokan fisik dengan petugas. Menurutnya, tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh petugas selama eksekusi berlangsung.Â
Pihaknya juga menyampaikan duka cita mendalam atas kepergian Hanif.
"Almarhum meninggal bukan karena bentrokan fisik atau kekerasan dari petugas eksekusi," ujarnya.
Kuasa hukum Hanif, Tubagus Noorvan, membantah pernyataan PN Jakarta Selatan mengenai penyebab kematian kliennya.Â
Menurut Tubagus, Hanif sempat dipukul di bagian dada selama kericuhan. Dia mengklaim telah melihat rekaman kejadian yang menunjukkan adanya pemukulan.
"Dia dipukul di bagian dada. Saya melihatnya dalam rekaman yang ada di YouTube. Ada seseorang yang mendorong atau memukul dada Hanif, yang menyebabkan kehilangan kesadaran," ujar Tubagus.
Tubagus juga menyebutkan bahwa Hanif tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya. Meskipun demikian, Tubagus belum berencana melaporkan kasus ini ke kepolisian. Sebagai langkah awal, pihaknya berencana untuk beraudiensi dengan Komisi III DPR RI.
"Yang disampaikan oleh Humas PN Jakarta Selatan adalah informasi yang tidak benar," tegas Tubagus.
Tubagus menjelaskan bahwa sengketa tanah yang melibatkan Hanif telah berlangsung sejak tahun 1990-an, antara Hanif dan tetangganya. Hanif pernah memenangkan gugatan pada tahun 1995, namun pada tahun 2011, tetangganya mengajukan gugatan baru dengan dokumen yang dianggap palsu.
"Penggugat mengajukan gugatan pada tahun 2011 dengan menggunakan dokumen yang sudah terbukti palsu secara hukum. Hal ini telah dibuktikan dalam proses hukum," kata Tubagus.
Dia juga mengkritik PN Jakarta Selatan karena menerima gugatan dari penggugat pada 2011 yang berujung pada eksekusi. Tubagus menilai seharusnya PN Jakarta Selatan menolak gugatan tersebut karena sudah ada putusan inkrah dari tahun 1995.
"Sita eksekusi ini berdasarkan legal standing yang salah dari PN Jakarta Selatan," tambah Tubagus.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, menginformasikan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi mengenai kasus ini dari pihak Hanif.
"Laporannya belum ada," kata Nurma Dewi.