Pengelolaan Sampah ITF Sunter Dianggap Bisa Untungkan Pemda DKI, Ini Alasannya

Ilustrasi Sampah Plastik
Sumber :
  • ist

Jakarta, VIVA – Rencana Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono untuk membuat kajian pembangunan Pulau Sampah di Jakarta ditolak oleh DPRD Jakarta.

Sampah di Bantargebang Makin Menumpuk, Pengamat: Proyek PSEL Mesti Dilanjutkan

Pengamat energi Ali Ahmudi Achyak menyarankan Heru lebih baik fokus meneruskan proses pembangunan fasilitas Pengolahan sampah dengan konsep WTE (waste to energy) yang didukung teknologi ramah lingkungan Intermediate Treatment Facility (ITF) di Sunter, Jakarta Utara. 

Menurut Ali, ITF di Sunter sebenarnya akan menguntungkan bagi Pemprov DKI Jakarta.

Paviliun Ramah Lingkungan, Tren Baru dalam Desain dan Konstruksi Masa Kini

Ali, yang juga Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), menekankan ITF Sunter lebih menguntungkan dari sisi keuangan bagi Pemprov DKI Jakarta, daripada terus mempertahankan kerjasama dengan Kota Bekasi untuk pembuangan dan pengolahan sampah di Bantar Gebang.

“Uang yang dihabiskan untuk menjalankan kerjasama itu jumlahnya sangat besar,” tutur Ali, dalam keterangannya kepada media, Jumat, 30 Agustus 2024.

Diduga Akibat Warga Bakar Sampah, 37 Kambing di Kandang Tewas Terpanggang

Ali lantas mengutip data penelitian dari berbagai sumber, jika Pemprov Jakarta tetap melaksanakan Kerjasama pembuangan sampah di Bantar Gebang, maka Pemprov DKI Jakarta akan membayar ‘uang bau’ sebesar Rp 500 miliar per tahun. Selain itu, ada biaya pengangkutan sampah dan operasionalnya sekitar Rp 2,9 triliun per tahun. Sehingga total biaya yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 3,4 triliun per tahun. 

Sedangkan jika ITF Sunter diaktifkan, setiap tahun, Pemprov DKI Jakarta melalui BUMD yang ditunjuk akan menerima keuntungan bersih sekitar Rp 884 miliar per tahun. Keuntungan ini berasal dari penghematan Pemda DKI Jakarta sebesar Rp 534 miliar per tahun dan pendapatan perusahaan BUMD yang terlibat sebagai pengelola dan operator ITF Sunter sebesar Rp 350 miliar pertahun, dengan asumsi kepemilikan saham di ITF Sunter sebesar 35 persen.

Keuntungan Pemprov DKI Jakarta per tahun sebesar Rp 884 miliar belum termasuk keuntungan memiliki fasilitas pengolahan sampah dan teknologinya setelah kerjasama berakhir di tahun ke-25.

Di tahun ke-26 dan setelahnya, fasilitas ITF dan teknologi yang nilainya diperkirakan sekitar Rp 6 triliun menjadi milik Pemda DKI Jakarta sepenuhnya. Sehingga, total keuntungan Pemda DKI setiap tahun selama 25 tahun dan kepemilikannya atas fasilitas ITF tersebut, mencapai Rp 27,1 triliun.

Jumlah itu belum termasuk penghasilan dari perdagangan karbon, karena ITF Sunter merupakan proyek pembangunan berkelanjutan sehingga dapat menerima insentif (carbon credit) karena telah mengurangi gas rumah kaca. Hal ini tentu berbeda dengan pengolahan sampah dengan metode Refuse Derived Fuel (RDF) yang dikenakan pajak karbon (carbon tax).

Menurut Ali, alasan Pj Gubernur Heru Budi tidak memilih ITF Sunter karena biaya pengolahan sampah atau tipping fee terlalu besar tidak berdasar. Sebelumnya, pada 27 Juni 2023 lalu, Heru Budi mengungkap alasan biaya dan investasi yang besar sehingga proyek ITF Sunter dihentikan. 

"Sebenarnya dari sisi keuangan ITF Sunter menguntungkan Pemda DKI, biaya investasi dan tipping fee-nya masih wajar, daripada DKI Jakarta terus mengeluarkan dana Rp 3,4 triliun setiap tahun namun masalah sampah di Jakarta tidak terselesaikan dengan baik, timbulan sampah masih tinggi," ujar Ali.

Kapasitas pengolahan sampah ITF Sunter sebesar 2.200 ton per hari atau 28,21 persen dari total kapasitas sampah Jakarta sebesar 7.800 ton per hari. Pengolahan sampah di ITF Sunter secara otomatis mengurangi sampah yang harus dibuang ke Bantar Gebang, Kota Bekasi. Artinya, dengan produksi ITF Sunter, Pemprov DKI bisa menghemat pengeluaran sebesar 28,21 persen atau sebesar Rp 959 miliar per tahun, dari total pengeluaran rutin sebesar Rp 3,4 triliun per tahun.

Penghematan sebesar Rp 959 miliar per tahun itu kemudian menjadi modal bagi Pemprov DKI Jakarta untuk mengeluarkan biaya pengolahan sampah atau tipping fee ke ITF Sunter sebesar Rp 585.000 per ton atau sekitar Rp 425 miliar per tahun. Sehingga, total penghematan dari beroperasinya ITF Sunter berkurang, dari Rp 959 miliar menjadi Rp 534 miliar per tahun.

Secara operasional, ITF Sunter akan menerima penghasilan dari tipping fee sebesar Rp 425 miliar per tahun dan dari hasil penjualan listrik ke PLN. Penerimaan ini dengan asumsi kapasitas pengolahan sampah di ITF Sunter sebesar 2.200 ton per hari dan kapasitas produksi listriknya 35 MW per jam. 

Ali mengingatkan Heru Budi selaku orang nomor satu di Pemda DKI Jakarta saat ini, termasuk pemerintah pusat untuk segera mengatasi masalah timbulan sampah di Jakarta yang sudah dalam kondisi darurat. Mengatasi problema sampah di Jakarta dengan cepat, menurut Ali dengan mengaktifkan lagi fasilitas pengolahan sampah dengan konsep WTE (waste to energy) yang didukung teknologi ramah lingkungan Intermediate Treatment Facility (ITF) di Sunter, Jakarta Utara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya