Aktivis Perempuan PMII Nilai di Tempat Kerja Perempuan Masih Rentan Hoaks Hingga Stigma
- Istimewa
Jakarta – Aktivis Perempuan PMII, Agustini Rima, menilai perempuan kerap kali menghadapi yang namanya perundungan hingga stigma di tempat kerja. Apalagi bila perempuan itu sedang menapaki karir yang tinggi. Menurutnya, ini adalah persoalan yang cukup serius.
"Seringkali kita melihat perempuan yang memiliki karir bagus dianggap mendapatkan jabatan tersebut bukan karena kompetensinya, melainkan karena dianggap sebagai karena titipan. Ini adalah bentuk perundungan dan stigma yang sangat merugikan," ujar Agustini Rima, dikutip Jumat 26 Juli 2024I
Dari yang dia lihat, tidak jarang perempuan yang karirinya menonjol justru menjadi sasaran untuk dituding berbagai tuduhan dan fitnah. Padahal tuduhan itu hoaks, hanya untuk pembentukan oipini bukan fakta sebenarnya. Bahkan menurut dia, tidak jarang yang sampai didemonstrasi dan penyerangan terhadap karakter untuk menjatuhkan kredibilitas dan menta perempuan itu.
"Karakter mereka dibunuh melalui tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar, dan ini sangat memukul mental mereka," tambahnya.
Lantaran persoalan ini, menurutnya tidak sedikit juga perempuan yang enggan mengejar posisi kepemimpinan di tempat mereka bekerja. Apakah itu perusahaan swasta hingga BUMN. Menurutnya, hal ini karena ada ketakutan sehingga membuat mereka tidak berkarir secara maksimal.
"Banyak perempuan yang memiliki potensi besar akhirnya tidak berani maju karena takut menghadapi serangan yang tidak adil ini," kata Agustini.
Menghadapi itu, menurutnya penting berbagai pihak untuk memberikan dukungan. Perlu untuk mengubah situasi yang tidak kondusif bagi perempuan.
"Kita perlu membangun lingkungan kerja yang lebih inklusif dan adil, di mana perempuan dapat berkarir tanpa harus menghadapi stigma dan perundungan. Dukungan dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan hal ini," katanya.
Dia mencontohkan seperti yang terjadi pada Direktur Biofarma Kamelia Faisal. Padahal menurutnya kompetensinya sangat baik.
"Wanita ini mengalami demonstrasi, tuduhan hoaks tentang kehidupan pribadi di media sosial dan media online, serta berbagai bentuk pembunuhan karakter lainnya yang sangat merugikan," ungkap Agustini.
Persoala yang dihadapi in berdampak pada karir perempuan. Menurutnya, ini sangat menghambat. Perundungan ini juga, menurut dia, berdampak negatif pada keberagaman dan inklusivitas di tempat kerja.
"Ketika perempuan enggan untuk maju, kita kehilangan banyak talenta dan perspektif berharga yang sebenarnya dapat membawa perubahan positif di perusahaan dan masyarakat," jelasnya.
"Kita harus bersama-sama menghapus stigma bahwa kesuksesan perempuan selalu dikaitkan dengan hal-hal negatif. Sudah saatnya kita menghargai kompetensi dan kerja keras mereka," tegas Agustini.
Pemerintah dan pengambil keputusan, menurutnya punya peran penting untuk memberi perlindungan terhadap perempuan, agar mereka juga bisa berkarir secara adil.
"Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang melindungi perempuan dari perundungan dan stigma di tempat kerja. Selain itu, para pengambil keputusan di perusahaan harus memastikan bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan mencapai posisi kepemimpinan tanpa harus menghadapi diskriminasi," tambahnya.
Dengan meningkatnya kesadaran terhadap masala ini, menurutnya bisa membuat lebih banyak perempuan berkarir tanpa khawatir akan stigma negatif.
"Perempuan memiliki hak yang sama untuk meraih kesuksesan tanpa harus menghadapi hambatan-hambatan yang tidak adil," pungkas Agustini.