Digitalisasi Transaksi di Pasar Jakarta jadi Prioritas

Pedagang di pasar tradisional. (ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman.

Jakarta – Manajer Humas PD Pasar Jaya, Agus Lamun, mengakui penggunaan transaksi digital pembayaran seperti QRIS dan lainnya, masih belum maksimal. Walau perkembangan teknologi di Jakarta terbilang pesat, tapi diakuinya masih banyak pedagang yang belum mau menggunakan pembayaran digital untuk transaksi mereka.

Rampungkan Restrukturisasi PKPU, Grup VIVA Fokus Pengembangan Bisnis Digital dan Konten

“Kalau di Jakarta masih belum sampai 50 persen pedagang yang pakai QRIS. Kecuali di pasar yang segmennya memang menengah ke atas atau modern seperti di Mayestik itu,” kata Agus saat dihubungi wartawan, dikutip Kamis 18 Juli 2024.

Berbagai alasan diungkapnya. Seperti terlalu berbelit-belit sementar pedagang tak ingin ribet. Menurut para pedagang, penggunaan aplikasi sampai pada pencairannya butuh waktu yang tida sebentar.

Bea Cukai Kawal Ekspor 27 Ton Briket Arang Asal Magelang ke Malaysia

“Alasan tidak mau ribet ini terutama untuk pedagang yang tua-tua,”  kata Agus.

Kedua, masih banyak pedagang yang menganggap penggunaan QRIS adalah transaksi riba. Maka mereka cenderung menghindari penggunaannya. 

Produk UMKM Binaan Pertamina Jadi Primadona di Indonesia Week Hongkong 2024

“Masih banyak pedagang di Jakarta tidak mau pakai QRIS karena menurut mereka itu produk bank yang identik dengan riba,” kata Agus.

Sedangkan rata-rata pasar di Jakarta sudah sistem cashless dalam pembayaran uang sewa. Maka dia berharap ke depan perbankan dan pengelola pasar lebih masif mengenalkan pembayaran digital.

“Perbankan dan pemda atau pengelola pasar harus meyakinkan kalau pembayaran digital itu sudah kewajiban, bukan cuma kebutuhan,” katanya.

Dia juga meminta pedagang melihat dampak positif digitalisasi pembayaran. Seperti pencatatan yang lebih rapi, juga mempermuda promosi dagang. 

“Pedagang yang tidak mau melakukan digitalisasi konsumennya cuma mengandalkan yang datang langsung ke pasar atau offline. Sementara yang sudah digital justru bisa mendapatkan banyak pelanggan baru dari online,” kata Agus.

Terakhir, Agus juga menekankan bahwa Jakarta sebentar lagi bukan lagi ibu kota, melainkan akan menjadi pusat ekonomi Indonesia bahkan global. Untuk itu, proses digitaliasasi harus sudah disosialisasi dengan baik dan digunakan para pedagang di Jakarta.

Sementara itu, praktisi dan juga direktur utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC), Indra, perusahaan merchant aggregator, mendukung penuh harapan PD Pasar Jaya dalam hal digitalisasi pembayaran pada para pedagang di Jakarta. 

“Saya mendukung harapan itu, karena ini juga harapan pemerintah agar digitalisasi pembayaran terus tumbuh dan berkembang di Indonesia. Jakarta akan dan sudah menjadi kota bisnis dan global, perlu menjadi contoh bagi kota lain di Indonesia terkait digitalisasi pembayaran,” ujarnya.

Pangsa pasar transaksi digital terutama penggunaan QRIS pada UMKM dan pedagang kecil, menurutnya sangat besar. BI menyatakan transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) mencatatkan pertumbuhan yang signifikan dalam setahun terakhir, yakni mencapai 226,54 persen. year on year (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 50,50 juta dan jumlah merchant 32,71 juta.

"Based data itu, kampanye transaksi digital on the track. Namun memang harus diakui butuh waktu untuk menjelaskan kepada calon pengguna terkait pentingnya digitalisasi pembayaran dan mengeliminasi informasi informasi yang sifatnya tidak benar yang berkembang di masyarakat," ujarnya.
Jelas Indra, BI tidak bisa berjalan sendiri, apalagi sosialisasi ke seluru pelosok Tanah Air. . Seluruh stakeholder dan perusahaan yang bergerak dibidang transaksi digital perlu melakukan sosialisasi yang sama masifnya.

Dia mencontohkan, produk Posku Lite untuk pembayaran melalui QRIS pada komunitas UMKM adalah memberikan insentif pendampingan literasi keuangan, seminar dan workshop digital marketing, dan insentif lainnya selama menjadi mitra. TDC sendiri memiliki tiga produk yakni M2PAY, MEbook dan Posku Lite.  

Ketiganya masing-masing menyediakan metode pembayaran dan pemantauan transaksi, system informasi teritegrasi, dan kemudahan pencatatan toko dan bistro.

“Kami bermitra  dengan komunitas Tamado Grop di Sumatera untuk menjangkau UMKM dengan kampanye UMKM Go Digital di Pematang Siantar dan Kabupaten Samosir. Dalam waktu dekat akan di Sabang (Aceh), Bali dan Bangka, dan tempat lain di Indonesia,” ujarnya.

Pendampingan dan pendidikan kepada UMKM ditegaskan Indra sangat penting. Terutama untuk penyusunan laporan keuangan yang berkualitas. Karena ini menjadi alat utama melihat kinerja UMKM.

“Laporan keuangan juga menjadi alat pemilik usaha membuat keputusan tepat dan strategi bisnis, termasuk menarik investor.  Dari sisi hukum tentunya juga untuk pelaporan pajak dan pembayarannya sehingga sesuai aturan yang ada,” ujarnya.

Namun, Indra berharap perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang Manajemen Mutu, ISO 37001:2016 Tentang Sistem Manajemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang Sistem Keamanan Informasi.

 “Penting buat UMKM mengetahui jati diri perusahaan penyedia system transaksi digital salah satunya kepemilikan tiga ISO diatas. Bentuk sederhana implementasi dari ISO itu adalah quick respon terhadap masukan dari pengguna (merchant) yang datang dari berbagai saluran informasi,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya