Heru Budi Buka Suara soal Rumah di Bawah Rp 2 M Kembali Kena Pajak
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono angkat bicara soal aturan terbaru terkait Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2024, khususnya terhadap hunian di bawah Rp 2 miliar.
Heru menegaskan bahwa jika masyarakat memiliki rumah lebih dari satu, maka hanya rumah pertama yang di bawah Rp 2 miliar tidak terkena pajak. Rumah lainnya akan dikenakan pajak sesuai peraturan yang telah ditetapkan.
"Semuanya terkena setelah ada rumah kedua, ketiga dan seterusnya," kata Heru Budi di Jakarta Selatan, Rabu, 19 Juni 2024.
Kendati demikian, kata dia, masyarakat yang hanya memiliki satu rumah, satu tanah dan warga yang sudah pensiun tetap tak dikenakan biaya pajak.
"Untuk masyarakat yang bawah itu kan tidak terkena apa-apa. Dua milyar ke bawah gratis, pensiunan kalau dia punya rumah, tanah satu, gratis," ujar dia.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan aturan terbaru terkait Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2024, khususnya terhadap hunian di bawah Rp 2 miliar.
Bila tahun-tahun sebelumnya, atau setidaknya di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Gubernur Anies Baswedan, hunian dengan NJOP di bawah Rp 2 miliar dibebaskan dari PBB alias Rp 0-, sekarang kembali dikenakan pajak lagi.
Lusiana menjelaskan, kebijakan insentif pajak ini tertuang pada Peraturan Gubernur nomor 16 tahun 2024 diterbitkan sebagai implementasi Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Menurut dia, peraturan tersebut untuk menciptakan keadilan pemungutan PBB-P2 melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak daerah yang telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya, sehingga dapat lebih tepat sasaran.
Ia mengatakan bahwa insentif yang dikeluarkan itu khusus bagi wajib pajak yang memiliki hunian di bawah Rp 2 miliar dan apabila mempunyai lebih dari satu objek pajak, maka pembebasan akan diterapkan pada nilai jual objek pajak (NJOP) terbesar.
"Hal ini mempertimbangkan bahwa kebijakan tahun-tahun sebelumnya adalah dalam rangka pemulihan ekonomi dampak COVID-19," ujarnya.
Lusiana menyebut, pada tahun ini, pihaknya memberikan kebijakan berupa pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan atas pokok pajak dan atau sanksi pajak, serta fasilitas angsuran pembayaran pajak terutang.
Itu semua, kata Lusiana, bertujuan untuk membantu mengurangi beban wajib pajak dalam menunaikan kewajiban perpajakan.
Selain itu, untuk menjaga daya beli masyarakat, sehingga tujuan dalam menghimpun penerimaan pajak daerah, khususnya PBB-P2, dapat terealisasi secara optimal.