Pembubaran Ibadah Rosario Mahasiswa Katolik di Tangsel Dinilai Tak Mencerminkan Ajaran Islam
- VIVA.co.id/Muhammad AR (Bogor)
Tangerang Selatan – Pembubaran mahasiswa katolik Universitas Pamulang yang tengah beribadah Rosario di Jalan Ampera, Setu, Tangerang Selatan, Banten, yang dilakukan oleh Ketua RT dan oknum masyarakat mendapat kecaman dari berbagai pihak. Salah satunya, Sekjen Solidaritas Merah Putih (Solmet) Kamaludin yang mengutuk keras peristiwa tersebut dan tidak mencerminkan ajaran Islam.
Kamaludin meminta aparat penegak hukum dan pihak terkait untuk mengusut tuntas peristiwa tersebut agar para pelaku membawa orang-orang yang terlibat ke pengadilan dalam peristiwa pelarangan, di sertai penganiayaan dan pembacokan terhadap anak-anak muda katolik.
“Saya sebagai Muslim merasa malu apa yang dilakukan oleh Ketua RT dan Oknum Masyarakat ini kok anak-anak muda yang sedang melakukan kebaikan bukan melakukan kejahatan dengan beribadah malah dilarang, dianiaya. Ini tidak mencerminkan ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin sesuai perilaku Nabi Kita," kata Kamaludin.
Kamaludin mengatakan, kondisi toleransi beragama saat ini mulai menunjukkan degradasi pemikiran dan pengetahuan tentang beragama. Apalagi doktrin-doktrin pada era digitalisasi ini, masyarakat terkadang menerima atas apa yang dilihat dan didengar tanpa saringan tuntunan pemuka Agama yang benar. Sehingga dampaknya munculnya kelompok-kelompok radikal intoleran yang sangat berbahaya di masyarakat.
"Saat Ini Indonesia sudah memasuki Darurat Toleransi Beragama. Kami meminta agar tidak usah ada perdamaian dan semua pelaku harus dibawa ke Pengadilan agar ada efek jera kepada masyarakat lainnya dan peristiwa ini menjadi yang terakhir terjadi di bumi Indonesia yang kita cintai," jelasnya.
Peristiwa ini, lanjut Kamaludin, mencederai hubungan toleransi beragama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan memalukan di mata dunia Internasional. Oleh karena itu, Solmet meminta kepada Presiden RI, Kapolri dan Menteri Agama untuk pro aktif dan segera mengevaluasi situasi dan kondisi seperti ini agar tidak terulang kembali.
"Kalau saja dalam pemahaman tolerasi beragama di pahami masyarakat dengan baik dan benar, maka peristiwa ini tidak mungkin terjadi," tegas Kamaludin.
Kamaludin sendi menjelaskan Doa Rosario bagi umat Khatolik, tidak ubahnya seperti umat Islam melakukan kegiatan seperti Selamatan, Syukuran, Tahlilan dan sebagainya yang biasa dilakukan di rumah rumah dan tidak perlu minta ijin kepada siapa pun.
Ketua Aliansi Santri dan Majelis Zikir Banten (Assalam Banten) Edi Wibowo menyayangkan peristiwa penganiayaan terhadap orang yang mau melakukan ibadah di rumah. Ini melanggar Hak yang paling Asasi sesuai UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2 yang menyatakan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Faktanya toleransi beragama ini terkoyak-koyak dengan adanya peristiwa yang mengakibatkan penganiayaan dan pembacokan. Selain melanggar UUD 1945 perbuatan para pelaku juga sudah melakukan tindak pidana sesuai Pasal 2 ayat 1 UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951 juncto Pasal 170 KUHP terkait Pengeroyokan juncto Pasal 351 KUHP ayat 1 penganiayaan juncto Pasal 335 KUHP ayat 1 tentang pemaksaan disertai ancaman kekerasan atau perbuatan kekerasan juncto Pasal 55 KUHP ayat
"Ini tentunya memalukan dan mencederai toleransi beragama di wilayah Banten," tegas Edi.
Untuk itu, lanjut Edi Wibowo, meminta aparat Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan untuk memproses dan menindak tegas para pelaku-pelaku tersebut berdasarkan hukum yang berlaku, agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat lainnya, bahwa negara Indonesia berdasarkan hukum dan Masyarakat dilindungi oleh UU dalam kebebasan beragama untuk melakukan ibadah sesuai kepercayaannya masing-masing.