Kritik Pemprov DKI Soal Penonaktifan NIK, Ahok: Jangan Merepotkan Orang
- ANTARA/Luthfia Miranda Putri
Jakarta – Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengkritik rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov DKI) terkait penonaktifan nomor induk kependudukan (NIK) warga Jakarta yang tinggal tak sesuai domisili.
Menurutnya, warga yang menjadi sasaran penonaktifan NIK akan repot mengurus administrasi kependudukan yang terdampak. Ia juga mengkhawatirkan bakal muncul para oknum atau makelar dari pengurusan dokumen tersebut.
"Bagi saya, itu bukan suatu hal yang sangat penting. Jadi, jangan merepotkan orang lah," ujar Ahok dikutip dari akun YouTube-nya, Panggil Saya BTP, Jumat, 3 Mei 2024.
Selain itu, Ahok juga mengkhawatirkan nasib warga Jakarta yang tinggal di luar kota karena tuntutan pekerjaan. Ia menilai jika hal itu terjadi maka warga yang tinggal di luar kota harus meninggalkan pekerjaannya hanya untuk mengurus KTP.
"Misalnya Anda ditugaskan kerja di luar kota sampai 6 bulan-setahun. Masak, Anda harus kehilangan KTP Anda di Jakarta? Betapa repotnya Anda mesti mengurus segala hal hanya gara-gara kamu sempat bekerja (di luar)," ujar Ahok..
Ahok menegaskan bahwa Pemprov DKI harus membuka ruang bagi masyarakat untuk datang, jika Jakarta nantinya akan menjadi kota metropolitan pascaperpindahan IKN.
"Harusnya, megapolitan ini kita terbuka (untuk) siapapun yang mencari makan di Jakarta. Asal, tidak membuat kriminalitas atau merugikan Jakarta. itu lebih penting menurut saya," tuturnya.
Sebagai informasi, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta memastikan KTP lama masih berlaku meski Jakarta tak lagi menyandang status sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI). Jakarta akan menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) seiring perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.
"Tentunya masih berlaku," ujar Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Budi Awaluddin di Jakarta, dikutip Jumat, 26 April 2024.
Budi menuturkan nantinya warga akan melakukan pergantian KTP jika Jakarta sudah resmi jadi Daerah Khusus (DKJ). Namun, menurut dia, pelaksanaan pergantian itu dilakukan secara bertahap mulai dari dua juta penduduk lebih dulu pada tahun ini. Kemudian, selanjutnya pada 2025.
"Saya hitung yang harus ganti KTP sebanyak 8,3 juta jiwa berdasarkan data sementara. Hal ini karena adanya mutasi penduduk (pindah, kematian, dan lain sebagainya)," ujarnya.