Sindir Heru Budi, Ketua DPRD: Siapapun Pj Gubernurnya Kalau Gak Radikal Ya Jakarta Tetap Banjir

Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi
Sumber :
  • VIVA/B.S. Putra

Jakarta - Ketua DPRD Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono untuk melakukan evaluasi penanganan banjir dan kemacetan. Dia menyoroti persoalan banjir di Jakarta.

Tinjau Penataan Dua Saluran Air di Jaksel, Teguh Setyabudi: Target 2 Minggu Rampung

"Misal soal banjir, turap dulu saja semua sungai. Kan saya pernah cerewet (soal banjir). Kalau di Jakarta dikatakan tidak banjir, bohong. Itu pasti banjir," kata Pras, sapaan akrabnya, Kamis, 25 April 2024.

Pras menyebut Pemerintah Provinsi DKI memiliki anggaran untuk menangani banjir. Menurut dia, pengerukan saluran hingga kali dapat dilakukan secara berkala untuk mengatasi persoalan banjir di Jakarta.

Viral Gerobak Fried Chicken Terseret Arus Banjir di Bandung, Saksikan Momen Dramatis

"Siapapun gubernur maupun penjabat gubernur kalau enggak sedikit radikal untuk masalah banjir, ya Jakarta tetap banjir," kata Pras.

Tak hanya banjir, Pras juga minta Heru Budi melakukan evaluasi terhadap masalah kemacetan di Jakarta. Pras menilai Heru Budi harus mengambil tindakan tegas dalam menangani kemacetan yang terus menerus jadi permasalahan utama di Jakarta.

Ngeri! Video Detik-detik Banjir Menerjang Sukabumi, Warga Histeris hingga Pohon Tumbang

Intensitas hujan tinggi meyebabkan banjir landa beberapa wilayah Jakarta

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Menurut Pras, masalah kemacetan dapat diatasi melalui daerah penyangga Jakarta. Ia menekankan Heru Budi harus tegas untuk mengatasi macet di Jakarta.

"Kedua bicara masalah macet, istilahnya di penyangga Jakarta, itu juga kan harus tegas. Kita sebagai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kalau tidak tegas, ya pasti macet tidak akan hilang," katanya.

Selain banjir dan macet, Pras juga menilai Heru Budi masih belum bisa mengatasi masalah lingkungan yang kumuh di Jakarta. Kata dia, persoalan tata ruang masih banyak tersebar di beberapa titik, termasuk tak jauh dari Istana Negara.

"Nah, di tata ruang ini ada peraturan, misalkan, ada salah satu wilayah Kebon Jeruk peruntukannya harus hunian bukan buat komersial. Tetapi, di situ ada hotel. Artinya aturannya sudah ditabrak," kata Pras.

"Di Jakarta masih ada permukiman kumuh, jaraknya cuma satu kilometer dari Istana Negara, namanya Johar dan Tanah Tinggi. Kemana pemerintah daerah? Yang malu bukan pak gubernur saja, ada saya juga di sini malu," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya