Ekonomi Tumbuh 5,6% di 2024, Pemprov DKI Yakin Bisa Atasi Inflasi
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta - Kepala Biro Perekonomian dan Keuangan Setda Provinsi DKI Jakarta Mochamad Abbas mengatakan, wilayah Jakarta cukup memiliki peran strategis terhadap perekonomian nasional. Kontribusi ekonomi Jakarta untuk nasional pada tahun 2023 mencapai 16,77 persen, sedangkan kontribusi inflasi 20,47 persen dan kontribusi investasi 11,70 persen.
"Jakarta merupakan pusat perputaran uang nasional, sekitar 70 persen uang beredar di Jakarta, hal ini karena Jakarta merupakan pusat kegiatan ekonomi, bisnis dan keuangan di Indonesia," kata Abbas kepada wartawan di acara Balkoters Talk bertajuk 'Jakarta Merawat Daya Beli, Mengendalikan Inflasi' pada Kamis, 28 Maret 2024.
"Di sini terdapat Bursa Efek Indonesia (BEI), kantor pusat perusahaan nasional dan multinasional, startup unicorn dan decacorn," sambungnya.
Di tengah masih tingginya ketidakpastian ekonomi global, kata dia, perekonomian Jakarta pada tahun 2023 tumbuh sebesar 4,96 persen. Berdasarkan proyeksi BI pada tahun 2024 Jakarta diproyeksikan tumbuh pada kisaran 4,8-5,6 persen.
"Prakiraan tersebut didukung oleh masih optimisnya keyakinan konsumen, semakin tingginya aktivitas MICE dan event, serta berlanjutnya proyek strategis pemerintah dan swasta. Optimisme ini harus tetap kita jaga bersama untuk mendukung berlanjutnya momentum pemulihan ekonomi ke depan," ungkapnya.
Meski perekonomian Jakarta berkontribusi besar bagi perekonomian nasional, lanjut dia, tak dipungkiri Jakarta tetap membutuhkan kerja sama dengan daerah lain. Dia menyebut, 98 persen yang tersedia di Jakarta merupakan disuplai dari daerah lain.
"Pemerintah daerah bekerja sama dengan beberapa stakeholder terkait juga dengan menggelar pasar murah, bazar murah dan juga sembako murah. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka kami harus bekerja sama dengan daerah hulunya sebagai pemasok kita. Bagaimana pola kerja samanya? Ada yang kerja sama langsung maupun beli putus, dilihat dari selisih neraca yang ada," jelas Abbas.
Pada kesempatan yang sama, Lembaga kajian publik, Direktur Jakarta Barometer, Jim Lomen Sihombing menilai terjadinya suatu inflasi pada sebuah negara maupun daerah merupakan hal yang wajar. Kenaikan inflasi itu dipicu karena berbagai persoalan misalnya tekanan terhadap permintaan maupun penawaran terhadap suatu barang.
Jim mengatakan pemerintah daerah harus memberdayakan badan usaha milik daerah (BUMD) untuk mengendalikan inflasi. Perseroan daerah menjadi instrumen pemerintah yang berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian daerah maupun nasional.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan inflasi. Mulai dari kegiatan sembako murah, melaksanakan operasi pasar, inspeksi mendadak (sidak) dan sebagainya.
"Bagi instansi atau BUMD atau siapapun yang berkaitan dengan layanan publik, jika ada kenaikan harga atau kebijakan baru, sebaiknya melakukan sosialisasi secara masif, jangan sampai masyarakat terbodohi," kata Jim.
Jim mengatakan, sosialisasi harus disampaikan secara masif kepada masyarakat, terutama pelanggan pelayanan publik dari perseroan. Selain itu, perseroan juga harus meningkatkan pelayanan yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
"Seperti mengadvokasi setiap aduan masyarakat, dan sudah sejauh mana pengaduan itu," ujar Jim.
Ia mencontohkan seperti penyediaan air minum yang dilakukan Perumda PAM Jaya. Perseroan daerah itu sudah belasan tahun tidak menaikan tarif air kepada pelanggannya, sementara air merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan.
Saat ini PAM Jaya masih mematok tarif sesuai Pergub Nomor 11 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis (PTO) Air Minum Semester 1 Tahun 2007. Sebagai gambaran, kelompok rumah tangga sederhana dikenakan tarif Rp 3.550 per tiga meter kubik atau 3.000 liter.
Sedangkan air mineral dalam kemasan 600 ml yang dijual di pasaran bisa mencapai Rp 5.000 per botol. Bahkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tinggal di rumah susun (rusun) hanya dikenakan Rp 1.050 per tiga meter kubik.
Sementara itu nilai investasi pengelolaan air dianggap sangat mahal. Perseroan harus melakukan berbagai tahapan dalam mengelola air agar layak digunakan sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 492 tahun 2014 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
"Jika mau ada penyesuaian (tarif dan layanan), ya lakukan sosialisasi secara masif," tutur dia.