Pengakuan Korban Pelecehan Rektor Nonaktif Kampus UP: Aku Banyak Menahan Beban
- VIVA.co.id/Galih Purnama (Depok)
Depok – RZ (42) terduga korban pelecehan seksual Rektor Universitas Pancasila (UP) mengaku menahan beban selama setahun sampai akhirnya dia memberanikan diri membongkar kasus ini.
Dugaan pelecehan yang dilakukan Rektor Universitas Pancasila nonaktif Prof Edie Toet Hendratno (ETH) terjadi pada Februari 2023. Tindakan itu dilakukan ETH di ruang kerjanya di lantai 2 Gedung Rektorat UP di Jalan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.
RZ saat itu tidak langsung melapor karena banyak pertimbangan dan risiko yang akan terjadi nantinya. Sehingga dia terpaksa menahan semua itu sendiri selama setahun. RZ baru melapor ke Polda Metro Jaya pada Januari 2024.
“Ketika aku dilecehkan itu di Februari 2023. Sedangkan tahun 2022 lalu papa sakit keras, ketika aku dilecehkan itu papa sedang sakit, aku diam dulu karena fokus ke papa,” katanya ketika dihubungi, Sabtu, 2 Maret 2024.
RZ menceritakan, saat itu dia baru mengadukan peristiwa yang dialami ke atasannya. RZ juga melapor ke pihak yayasan tapi sayangnya laporan itu tidak ditanggapi. RZ justru dimutasi ke Sekolah Pascasarjana di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat. Dengan mutasi itu, jarak tempuh dari rumah menuju tempat kerja RZ pun menjadi sangat jauh.
“Dengan kepindahan aku yang jauh, kantor yang biasanya dekat jadi jauh, aku harus adaptasi dengan kendaraan naik kereta, yang sebelumnya nggak pernah naik kereta sendiri. Itu perlu adaptasi semuanya, aku berusaha menerima, aku dipindahkan walaupun aku nggak salah, itu aku masih bertanya-tanya kenapa aku korban, nggak salah malah dipindahin,” ungkapnya.
Dirinya mengaku mendapat perlakuan tidak adil usai peristiwa tersebut. Selain dimutasi, dia juga dikucilkan di lingkungan kerja. Hal itu membuatnya tidak kuat dan selalu menangis sepulang kerja.
“Waktu mendapat SK Mutasi aku bilang ke suami aku difitnah. Aku saat itu belum berani cerita yang sebenarnya. Aku berusaha untuk menerima dan diam walaupun aku diperlakukan dan dinarasikan negatif. Karena bersamaan dengan almarhum papa sakit, jadi aku lebih fokus urus papa. Selama ini aku menahan, aku nggak cerita ke suami,” ceritanya.
Dia belum melapor mengenai kejadian pelecehan karena mempertimbangkan nama baik kampus. Pasalnya dia khawatir akan berdampak pada citra buruk kampus dan banyak yang masih menggantungkan hidup di UP. Tetapi dia masih sering mendapat perlakuan yang sangat membuatkan terpojok.
“Narasi yang dibuat ke aku itu bahwa aku genit, penggoda dan sebagainya. Aku masih berusaha diam dan menerima. Aku belum lapor karena memikirkan banyak risiko ya. Aku masih memandang kalau aku lapor bagaimana citra UP dan masih banyak yang menggantungkan hidupnya di UP. Kedua, mau cerita ke suami kok kayaknya saya ngga bisa banget jaga diri. Ketiga, papa sakit jadi aku fokus mengurus orangtua. Banyak hal dimana aku pikirkan,” katanya.
RZ saat itu takut melapor karena khawatir akan jadi bumerang. Karena dia sadar yang dilaporkan adalah bukan orang biasa dan memiliki jaringan di tingkat atas.
“Aku kalau lapor gimana ya, apa jadi bumerang ke aku. Karena aku sadar aku bukan siapa-siapa, aku hanya orang biasa, sedangkan beliau punya kuasa yang bisa seenaknya aja mindahin,” ujarnya.
Namun lama-kelamaan RZ mengaku tidak tahan lagi dengan situasi yang menghimpitnya. Dia pun cerita pada suaminya.
“Banyak hal yang menjadi pemikiran aku untuk tidak lapor saat itu. Tapi disaat itu aku jadi menahan beban. Aku yang biasa ceria jadi pemurung dan sering nangis. Harus menghadapi perjalanan naik kereta sendiri, belum lagi teman-teman yang takut dekat dengan aku pungkasnya.