Sejumlah PR Jakarta Utara Menuju Kota Layak Anak

Pemukiman di kawasan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Danar Dono

VIVA Metro – Kepala Bagian Umum BPS DKI Jakarta Suryana di penghujung Januari 2023 menyampaikan per Maret 2022, data BPS DKI menggambarkan warga Ibu Kota yang tergolong miskin ekstrem berjumlah 95.668 jiwa.

Angka terbesar dari kelompok masyarakat dengan kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan lainnya tersebut berasal dari wilayah Jakarta Utara.

Jumlah tersebut disampaikan Suryana meningkat dari periode tahun sebelumnya. Bahkan Suryana menggambarkan kondisi kemiskinan ekstrem dialami puluhan ribu warga Jakarta tersebut tergolong sangat ekstrem hingga diistilahkan 'hard rock'.

"Kalau kemiskinan ekstremnya Jakarta meningkat dari 0,6 menjadi 0,89 persen,” ucap Suryana seraya menyebutkan kriteria penduduk miskin ekstrem adalah yang pengeluaran per kapitanya di bawah Rp 11.633 per hari.

Tidak adanya kehidupan layak pastinya dirasakan masyarakat tergolong kelompok kategori miskin ekstrem ini. Kesehatan dan pendidikan menjadi contoh tantangan terberat anak-anak yang tumbuh besar di lingkungan masyarakat dengan kondisi miskin ekstrem.

Saat pengecekan langsung ke Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa, 31 Januari, Penjabat (PJ) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkapkan sebanyak 777 bayi di kawasan itu rawan stunting.

Menghadapi persoalan stunting, Heru menekankan pentingnya langkah kongkrit dilakukan pejabat pemerintah terkait untuk turun langsung menangani permasalahan tersebut. 

Dirinya mengapresiasi peran Lurah, Camat, Wali kota hingga Kepala Dinas Kesehatan DKI yang turun langsung ke masyarakat membuat 17 persen atau sebanyak 134 dari 777 bayi tak lagi berstatus rawan stunting. “Untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat," kata Heru.

Ketika Stunting Sering Dikaitkan dengan Peran Perempuan dalam Keluarga

Menghadapi persoalan stunting, Pemkot Jakarta Utara sebenarnya telah melakukan berbagai upaya sosialisasi hingga gerakan dengan melibatkan berbagai stakeholder, termasuk organisasi maupun swasta.

Ilustrasi pencegahan stunting

Photo :
  • vstory
Pantesan Andre Taulany Kerja Keras, Ternyata Segini Uang Jajan untuk Anaknya

Wali Kota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim menekankan, pemberantasan stunting tak hanya menjadi kewajiban pemerintah semata, namun juga merupakan tanggung jawab semua pihak dalam hal ini dunia swasta, akademisi, NGO, dan komunitas serta masyarakat secara umum.

Keterlibatan atau bantuan diberikan bukan hanya berupa materi, namun juga berbagai hal, termasuk dalam bentuk edukasi dan pendampingan. "Harapannya orang tua, khususnya kaum ibu bisa mengerti mengenai asupan-asupan gizi yang baik untuk anaknya dan bagaimana dapat mengenai perilaku hidup bersih dan sehat," katanya.

Denny Sumargo Blak-blakan Soal Bahagia dan Masalah di Tahun 2024, Apa Saja?

Terkait persoalan stunting, Peneliti kebijakan publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) menyampaikan bahwa tak serta merta hanya dialami oleh anak dari keluarga miskin. Meski mengakui faktor kemiskinan turut memberi andil besar, namun Riko berseloroh penyebab utama stunting adalah ketidakseimbangan gizi yang diberikan pada sang anak.

“Anak dari keluarga orang kaya pun juga ada mengalami kondisi stunting. Terkadang karena terfokus pada pemenuhan ekonomi terkadang kedua orangtua akhirnya bekerja sehingga luput untuk memberikan pemenuhan gizi pada anak. Fastfood menjadi alternatif untuk dikonsumsi anak sehingga asupan gizi anak kadang terabaikan,” papar Riko.

Menurut Riko, berbagai program dilakukan pemerintah saat ini sebenarnya telah cukup baik untuk pemenuhan hak terhadap anak. Tak hanya menyediakan Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) di banyak wilayah, di berbagai instansi pun ruang bermain untuk anak pun telah disediakan.

“Program-program yang dibuat pemerintah sudah sesuai dengan tujuan kota ramah anak. Bahkan di rumah sakit pun sudah dibuatkan,” ucapnya.

Kendati demikian Riko mengingatkan, kota layak anak tak hanya berdasarkan status telah terpenuhinya berbagai infrastruktur untuk ruang ekspresi atau bermain anak. Faktor keamanan terhadap anak ditekankannya turut menjadi kunci apakah kota tersebut pantas disebut kota layak anak.

“Stunting ini harus disikapi serius. Bila tak dituntaskan, ancamannya mungkin dalam 10 tahun ke depan generasi penerus kita dalam kondisi lemah fisik dan intelektual. Pemkot Jakarta Utara harus mampu menjawab tantangan ini dengan mengeluarkan program-program dan gencar mensosialisasikan upaya pencegahan stunting guna memastikan wilayahnya sebagai Kota Layak Anak berpredikat utama,” pesan Riko.

Salah satu ancaman lainnya yang menghantui anak-anak Indonesia adalah narkoba. Setidaknya sejak lima tahun lalu Badan Narkotika Nasional (BNN) telah mengingatkan masyarakat terhadap modus para bandar yang menyusupkan narkoba ke dalam penganan-penganan untuk anak.

Memang ada langkah nyata dilakukan aparat kepolisian ataupun BNN untuk pemberantasan narkoba. Di Jakarta Utara misalnya, Kampung Bahari, Tanjung Priok yang identik dengan pemukiman sarang narkoba di kawasan Jakarta Utara telah berkali-kali diluluhlantakkan aparat kepolisian di tahun 2022.

Polisi bongkar bedeng-bedeng di Kampung Bahari.

Photo :
  • VIVA/ Andrew Tito.

Ada pula ancaman lain di tengah pentingnya mengikuti perkembangan teknologi. Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap 33,44% anak usia dini berusia 0-6 tahun di Indonesia sudah bisa menggunakan ponsel pada 2022. Data menyebutkan 24,96% anak usia dini di Tanah Air mampu mengakses internet, dimana dari jumlah itu 52,76% merupakan anak usia 5-6 tahun.

Di balik manfaat diberikan, dunia maya khususnya media sosial memberikan kecemasan tersendiri bagi para orangtua yang ingin melindungi anak-anaknya dari berbagai konten dianggap tak pantas. Bahkan media sosial tak jarang digunakan para pelaku untuk mengekploitasi anak di bawah umur guna memuaskan hasrat seksual pria-pria hidung belang.

Tiga pendekatan, kata Riko menjadi kunci dalam menyelesaikan persoalan keamanan terhadap anak. Salah satunya negara melalui pendekatan regulasi ucap Riko telah membuat rambu-rambu atas pelanggaran yang mungkin terjadi terhadap pemenuhan hak anak, mulai dari keberadaan Undang-undang Perlindungan Anak, UU ITE yang saat ini akan direvisi hingga UU Perlindungan Data yang tengah digodok oleh DPR dan pemerintah.

“Kita gak bisa menyalahkan teknologi, teknologi adalah buah ilmu pengetahuan. Kita nggak bisa mengkambinghitamkan teknologi atas persoalan kriminal. Internet semakin meluas, termasuk kondisi pandemi Covid merubah pola belajar menjadi tatap maya tidak bisa dipungkiri. Negara harus melindungi. Pemerintah membuat rambu-rambu dengan regulasi,” jelas Riko.

Pendekatan berikutnya yang harus diperkuat lanjut Riko yaitu berbasis keluarga. Menurutnya berbagai program pemerintah tak akan maksimal selama family base approach tak dilakukan, termasuk menghadapi stunting ancaman narkoba hingga bahaya dunia maya.

“Kondisi keluarga di kota metropolis, pemenuhan kebutuhan ekonomi lebih diutamakan, ruang kedekatan orangtua dengan anak menjadi minimal. Ruang keluarga seharusnya lebih dioptimalkan. Dengan pendekatan keluuarga, anak akan lebih terlindungi lebih baik,” kata Riko memberikan pendapatnya seraya menuturkan keterlibatan tetangga turut menjadi poin penting dalam pendekatan ini sebagai pengawas anak.

“Pendekatan regulasi terhadap yang mengancam anak sudah dilakukan pemerintah. Itu dari hulunya, ke bawah, peran komunitas sangat penting untuk membantu pengawasan anak, ada masyarakat sekitar bisa turut mengawasi. Misal gak boleh omong kasar. Orangtua dan tetagga terlibat membuat anak merasa terlindungi,” katanya.

Riko menambahkan, pendekatan lainnya yang tak kalah vital adalah pendekatan institusional. Pemerintah Kota Jakarta Utara misalnya dapat memanfaatkan berbagai jejaringnya seperti kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan karang taruna untuk aktif terjun ke masyarakat guna mengingatkan berbagai hak untuk anak diantaranya menyangkut kesehatan dan pendidikan, hingga ancaman-ancaman terhadap generasi penerus bangsa ini.

“Pemerintah kota harus memaksimalkan peran PKK dan Karang Taruna untuk memastikan keselamatan, kesehatan dan berbagai hak yang harus dipenuhi untuk anak. Jadi kota layak anak itu tak hanya sekedar menyangkut keberadaan infrastruktur atau ruang untuk anak secara fisik,” ujar Riko.

Tantangan Kota Pesisir

Selain asupan gizi yang terpenuhi, salah satu upaya mengentaskan stunting yang terus disosialisasikan pemerintah adalah dengan menciptakan lingkungan yang bersih. Dengan kondisi geografi yang berada di pesisir, Jakarta Utara memiliki tantangan lebih besar untuk menghadirkan lingkungan pemukiman masyarakat yang layak.

Fakta masih adanya “helikopter”, sebutan jamban yang dibuat warga di pinggiran kali seolah mengamini data BPS mengenai kemiskinan ekstrim terbanyak dialami warga Jakarta Utara. Contoh keberadaan “helikopter” tersebut ditemukan di Kali Bangleo, Kelurahan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara.

Selain kenyataan tak memiliki lokasi pribadi untuk membuang ‘hajat’ di hunian, minimnya kesadaran masyarakat turut andil dalam pencemaran lingkungan ini. Kondisi tersebut diperparah dengan kebiasaan membuang sampah ke kali yang tak urung membuat terjadinya penyempitan dan pendakalan hingga aliran air terhambat.

Pesisir Utara Jakarta

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Sejumlah upaya dilakukan Pemkot Jakarta Utara untuk membuat lingkungan masyarakat memiliki sanitasi yang baik. Saat kerja bakti yang dibantu masyarakat Minggu, 13 November 2022, petugas gabungan Kecamatan Cilincing turut membongkar keberadaan “helikopter” ditemukan di Kali Bangleo.

Sekretaris Camat Cilincing, Idham Mugabe, ketika itu memastikan akan dibangunnya tempat MCK (Mandi cuci kakus) komunal di kawasan tersebut.

Wali kota Jakarta Utara dalam berbagai kesempatan juga terus menggelorakan budaya hidup sehat dengan gerakan Stop Buang Air Besar Sembarangan. Saat kegiatan deklarasi Stop Buang Air Besar Sembarangan di kawasan Sunter, 17 November 2022, Ali mengajak jajarannya dan masyarakat aktif menyadarkan lingkungan perihal pentingnya sanitasi yang baik.

Ali meyakini budaya hidup bersih dan sehat sepatutnya tak berkaca pada status sosial atau kekayaan masyarakat.

“Ini hanya perilaku, dan inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk mengubahnya, menjadi sadar lingkungan, menjadi lebih peduli kepada lingkungan, juga kepada masyarakat,” pesan Ali berharap kota administrasi dipimpinnya dapat meraih predikat kota sehat tingkat tertinggi atau “Swasti Saba Wistara”.

Komimen Wali kota selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, pemerintah yang salah satunya fokus meningkatkan akses sanitasi dan air minum yang aman dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Ali berpesan kepada para camat dan lurah di Jakarta Utara segera memetakan dan menindaklanjuti perilaku BAB sembarangan di wilayah masing-masing. Harapannya, 100 persen perilaku BAB sembarangan bisa disetop oleh seluruh warga yang menetap di Jakarta Utara.

"Saya mau ini menjadi motivasi untuk kelurahan lain supaya bisa merealisasikan zero BABS di Jakarta Utara," serunya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya