Dibanding Era Ahok, Anies Klaim Banjir Jakarta saat Ini Cepat Surut

Bencana banjir air laut atau banjir rob merendam berbagai pemukiman Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta.
Sumber :
  • VIVA/Andrew Tito

VIVA Metro – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim penanganan banjir Jakarta selama lima tahun terakhir di bawah kepemimpinannya menjadi lebih baik. Meskipun persoalan banjir, air, dan polusi udara menjadi tantangan Jakarta dari masa ke masa. Anies menyampaikan terlihat hasil nyata atas upaya penyelesaian masalah banjir yang akan terus dilakukan secara berkelanjutan.

Ancaman Water Hammer Hantui Para Pemotor yang Suka Terobos Banjir

Menurutnya, secara geografis, wilayah Jakarta dikelilingi 13 sungai, sehingga potensi banjir akan selalu ada. Namun, selama lima tahun terakhir, Pemprov DKI Jakarta berupaya meningkatkan penanganan banjir secara signifikan.

Anies mengungkapkan, ‘Siaga, Tanggap, Galang’ menjadi pegangan teguh para jajaran Pemprov DKI Jakarta dalam mengantisipasi banjir di Jakarta. Hasilnya, genangan surut lebih cepat dan jumlah titik banjir berkurang walau terjadi curah hujan ekstrem.

Jokowi Turun Gunung Bantu Menangkan RK-Suswono, Loyalis Anies: Gak Ngaruh!

"Sistem drainase kota Jakarta memiliki ambang batas. Kapasitas tampungan drainase DKI Jakarta berkisar 100-150 mm/hari. Karena itu, apabila turun hujan dengan curah di bawah 100 mm/hari, maka kita harus memastikan Jakarta aman dan curahan hujan dapat tertangani dengan baik. Di sisi lain, apabila curah hujan ekstrem berada di atas angka 100 mm/hari, mau-tidak mau air akan tergenang, terjadilah banjir," kata Anies dalam keterangan persnya dikutip Senin, 10 Oktober 2022.

Geisz: Anies Mengarahkan Anak Abah Dukung Pramono-Rano di Pilgub Jakarta

Pada 2020, tercatat curah hujan terekstrem 377 mm/hari. Namun, banjir dapat surut lebih dari 95 persen genangan dalam waktu 96 jam. 

Surutnya banjir ini tercatat lebih cepat dari kejadian banjir di tahun-tahun sebelumnya, seperti yang terjadi di tahun 2015, di mana dengan curah hujan yang lebih rendah yakni 277 mm/hari, 95 persen wilayah tergenang baru dapat surut dalam waktu 168 jam.

Jika ditarik lebih mundur lagi, pada 2007, terjadi hujan ekstrem dengan curah hujan tercatat 340 mm/hari, jumlah RW yang tergenang sebanyak 955 RW dan 270.000 lebih warga mengungsi. 

Sedangkan, pada 2020, dengan curah hujan 377 mm/hari, jumlah RW yang tergenang dan warga yang mengungsi lebih sedikit, yakni 390 RW tergenang dan 36.000 warga mengungsi. 

"Hal ini menandakan dampak banjir di Jakarta dapat semakin terkendali," ungkapnya

Anies menjabarkan, dalam pengendalian banjir, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai program yang tidak berorientasi pada betonisasi. 

Salah satunya, program Gerebek Lumpur di 5 wilayah Kota Administrasi, yakni kegiatan pengerukan lumpur yang dilakukan secara masif di danau, sungai, waduk di Jakarta. Kegiatan ini untuk membantu mengurangi proses pendangkalan dengan mengerahkan alat berat berskala hingga 3 (tiga) kali lipat dari kapasitas biasanya.

Selain itu, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta turut membuat kolam olakan air guna mengantisipasi dan menampung genangan air sementara di jalan raya saat hujan tiba, yang kemudian akan dialirkan ke sungai atau laut.

Kemudian memperbaiki saluran air, mengintensifkan instalasi sumur resapan atau drainase vertikal, mengimplementasikan Blue and Green yaitu taman yang menjadi kawasan tampungan air sementara saat intensitas hujan tinggi, penyediaan alat pengukur curah hujan, dan perbaikan pompa.

Pemprov DKI Jakarta memiliki 475 unit pompa stasioner dan 429 unit pompa mobile. Kapasitas pompa pun meningkat 54 persen dalam sepuluh tahun terakhir, yakni total kapasitas pompa saat ini sebesar 129 m³.

Kini, Pemprov DKI Jakarta tengah fokus menuntaskan program 942 project, meliputi 9 polder (suatu sistem untuk menangani banjir rob yang terdiri dari kombinasi tanggul, kolam retensi dan pompa), 4 retensi air (waduk), dan 2 sungai. 

"Dengan rehabilitasi 9 polder, dapat menurunkan dampak banjir di dataran yang lebih rendah di Jakarta Utara, seperti Teluk Gong, Kelapa Gading, Muara Angke dan lainnya," ungkapnya

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan

Photo :
  • FB Anies Baswedan

Sementara, 4 waduk di Pondok Ranggon, Lebak Bulus, Brigif dan Embung Wirajasa akan mereduksi banjir pada sistem aliran Kali Sunter, Kali Krukut, Kali Grogol dan wilayah Cipinang-Melayu yang juga berfungsi sebagai penampung air. Kelebihan air baru dialirkan ke laut. 

Selain itu, dilakukan pula peningkatan kapasitas dua sungai, yaitu Kali Besar dan Kali Ciliwung. Semua Langkah ini untuk mengendalikan banjir kawasan. Terbukti,12 titik genangan banjir berulang pun telah teratasi.

Selain berfokus pada infrastruktur, Pemprov DKI Jakarta juga terus berinovasi dengan teknologi. Flood Control System, hasil kolaborasi Jakarta Smart City dan Dinas Sumber Daya Air, adalah salah satu ikhtiar agar penanganan banjir ke depan semakin mengikuti prinsip evidence based policy.

Kelebihan Flood Control System adalah pemetaan masalah banjir yang lebih akurat serta pengelolaan resiko banjir yang lebih terukur. 

Untuk mendapatkan data secara real-time dalam jumlah yang lebih banyak dan reliable, Pemprov DKI Jakarta memasang sensor di 178 titik rumah pompa dan pintu air serta CCTV. Alat-alat ini mengukur empat jenis data, yaitu ketinggian air, curah hujan, debit air, dan temperatur.

Data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis dan divisualisasikan dalam bentuk dashboard. Lalu, memanfaatkan machine learning untuk menafsirkan data.

"Nah, dua langkah tadi, sensing dan understanding ini sangat penting. Yang awalnya dilakukan secara manual, kini real-time. Yang awalnya terbatas, kini datanya melimpah. Sehingga, monitoring penanganan banjir lebih efektif. Petugas-petugas di lapangan dapat melakukan penanganan banjir secara lebih cepat. Kami berpandangan ini adalah progres dan akan terus kami tingkatkan," terang Anies

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya