Respons Sejarawan, Riza Patria Klaim Penumpang Transjakarta Meningkat
- VIVA/Riyan Rizki
VIVA Metro – Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut alasan Pemerintah Provinsi membangun halte Transjakarta (TJ) di kawasan Bundaran HI karena jumlah penumpang Transjakarta meningkat.
"Memang, sekarang ini kan jumlah penumpang terjadi peningkatan yang signifikan, artinya, kebutuhan halte juga bertambah; volumenya meningkat berarti luasannya harus bertambah," ujar Riza kepada wartawan, Jumat, 30 September 2022.
Oleh sebab itu, kata Riza, halte-halte Transjakarta di berbagai titik di Jakarta perlu diperluas akibat meningkatnya jumlah penumpang. Diharapkan tidak terjadi penumpukan di satu titik halte.
Halte Transjakarta yang ada fasilitas kedai kopi di kawasan Harmoni, katanya mencontohkan, mesti ditutup karena peningkatan jumlah penumpang. Begitu pula halte di sejumlah lokasi, tak termasuk di Bundaran HI.
Pemerintah provinsi akan memperhatikan segala masukan dari masyarakat, salah satunya dari sejarawan JJ Rizal yang mengkritik pembangunan halte Transjakarta agar dihentikan.
Kritik sejarawan
JJ Rizal meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghentikan pembangunan halte Transjakarta Tosari-Bundaran HI karena merusak pandangan ke bangunan cagar budaya Patung Selamat Datang.
"Pak Gubernur @aniesbaswedan mohon stop pembangunan halte @PT_Transjakarta Tosari-Bundaran HI yang merusak pandangan ke Patung Selamat Datang en Henk Ngantung Fontein warisan Presiden Sukarno dengan Gubernur Henk Ngantung sebagai poros penanda perubahan Ibukota kolonial ke Ibukota nasional," tulis Rizal melalui akun Twitter-nya @JJRizal pada Kamis.
Menurut Rizal, Patung Selamat Datang merupakan hal penting karena menggambarkan simbol keramahan bangsa, semangat bersahabat, dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Rizal juga menganggap, Transjakarta tidak puas atas pembangunan yang telah dilakukan selama ini, yaitu membuat halte besar di sekitar HI dan Sarinah.
"Apalagi @PT_Transjakarta tak cukup puas hanya bangun halte gigantis di sekitar HI, tapi juga di Sarinah, satu lagi penanda sejarah untuk mengingatkan bahwa Ibukota nasional berbeda dari Ibukota kolonial, simbol ekonomi kapitalisme yang rakus, melainkan Ibukota ekonomi kerakyatan," katanya.